Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Global Trans-Energy International Riswandisyah, pemilik Kapal Tugboat Henry, menegaskan pernyataan pemerintah bahwa tidak ada pemberian uang tebusan dalam pembebasan keempat ABK WNI yang disandera kelompok militan di selatan Filipina.
"Tidak ada, sesuai fakta dari pemerintah tidak ada uang tebusan," kata Riswandisyah usai menghadiri acara serah-terima empat ABK WNI dari pemerintah RI kepada pihak keluarga di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat.
Keempat ABK tersebut bernama Moch Aryani (nakhkoda) asal Bekasi Timur, Jawa Barat, Loren Marinus Petrus Rumawi (kepala kru) asal Sorong, Papua Barat, Dede Irfan Hilmi (wakil kru) asal Ciamis, Jawa Barat, dan Samsir (anak buah kapal) asal Kota Palopo, Sulawesi Selatan.
Riswandisyah menambahkan sejak pembajakan terjadi di perairan Zamboanga Malaysia pada 15 April 2016 lalu, pihak penyandera tidak pernah menghubungi perusahaan secara langsung.
"Perusahaan dihubungi pemerintah Indonesia, dan kami terus berkoordinasi dan berdoa," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Riswandisyah juga menyampaikan komitmen PT Global Trans-Energy International untuk memberikan hak-hak dan kompensasi kemanusiaan bagi keempat karyawannya yang telah disandera selama hampir satu bulan tersebut.
Namun, Riswandisyah menolak menyebutkan secara detail hak-hak dan kompensasi tersebut dan hanya merujuk bahwa itu akan diberikan sesuai anjuran Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, aturan perusahaan dan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
"Jelas perusahaan akan bertanggung jawab, belum bisa disebutkan karena itu diurus bagian lain, saya tidak hafal," kata dia.
Direktur utama PT Global Trans-Energy International itu juga menjamin keempat ABK WNI tersebut akan dapat tetap bekerja di perusahaannya.
Keempat ABK WNI tersebut dibebaskan pada Rabu (11/5) lalu dan tiba di Lapangan Udara TNI AU Halim Perdanakusumah Jakarta pada Jumat siang pada pukul 10.20 WIB, kemudian langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta untuk menjalani pemeriksaan.
Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016