Makassar (ANTARA News) - Hingga saat ini belum ada anggaran penanganan penyakit tuberculosa (Tb) yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), padahal angka kejadian penyakit tersebut sangat tinggi."Ini dapat menjadi indikator bahwa kepedulian pemerintah daerah dan anggota dewan untuk menangani penyakit ini amat rendah," kata Andi Iskandar Harun, Kepala Proyek Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sulsel, kepada wartawan di Makassar, Kamis. Hal itu, dinilainya, berbeda dengan Pemkot Makassar yang telah mengalokasikan anggaran Rp400 juta per tahun dalam APBD untuk penanganan penyakit menular tersebut, meski jumlah itu masih minim sekali bila dibandingkan dengan pasien pengidap Tb di kota ini yang pada tahun 2006 lalu tercatat sebanyak 12.754 orang. Menurut Andi Iskandar, berdasarkan kalkulasi Global Fund, lembaga donor di bawah World Bank yang membantu mengeliminasi Tb di Makassar, untuk membiayai pengobatan seorang penderita Tb, dibutuhkan dana sekitar Rp5 juta per orang per bulan. Oleh karena itu, keberadaan Global Fund untuk membantu pelayanan pengobatan gratis pada setiap tersangka Tb maupun Tb positif di seluruh Puskesmas dan rumah sakit rujukan, sangat membantu upaya pemerintah setempat dalam mengeliminasi penyakit menular ini. "Jadi, dana APBD Makassar itu diperkirakan hanya mampu membiayai sekitar dua sampai tiga pasien saja setiap bulan," katanya. Global Fund dalam prakteknya di lapangan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan di seluruh kabupaten/kota yang menjadi target project Tb. Dalam kerjasama ini, pengobatan semua pasien Tb ditanggung oleh Global Fund yang juga memanfaatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam sosialisasi dan kampanye penanganan Tb seperti PKBI dan Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS). "Pemerintah mengimpor obat-obatan dari Jerman dan Belanda, kemudian obat-obat itu dibeli pihak donor (Global Fund) untuk diberikan secara gratis melalui seluruh Puskesmas dan RS rujukan bagi suspek dan penderita Tb positif," katanya.Ia menambahkan, mereka yang mendapat pelayanan seperti ini bukan hanya pasien Tb positif, tetapi juga tersangka penderitanya. Dalam pelayanan tersangka pasien Tb ini, petugas Puskesmas mengambil sampel dahak pasien untuk diperiksa di laboratorium yang seluruh biayanya ditanggung lembaga donor. Terkait dengan bantuan itu, Iskandar mengingatkan, agar pemerintah dan lembaga terkait kiranya dapat mempersiapkan diri untuk lebih memperhatikan penanganan kasus Tb yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, karena suatu saat lembaga donor ini akan mengakhiri programnya. "Jangan sampai kita bergantung terus pada lembaga donor, padahal kita tahu suatu ketika lembaga ini akan selesai proyeknya. Karena itu, pihak-pihak yang berkompeten sudah harus memikirkan pengalokasian anggaran dan sistem pelayananan yang akan diberikan dalam penanganan kasus Tb," ujarnya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007