... mereka ditemukan terperangkap di kapal, yang berlabuh di Mahachai, kota industri makanan laut di baratdaya Bangkok...

Bangkok (ANTARA News) - Calo pekerja menipu sejumlah pria Kamboja dengan janji dipekerjakan di Thailand, memerangkap mereka di kapal nelayan dan memaksa bekerja lebih dari 20 jam sehari, kata pengacara di pengadilan atas tiga terdakwa pelaku perdagangan manusia.

Perkara di Provinsi Ranong, Thailand selatan, terkait pemilik dermaga nelayan dan dua kapten kapal tersebut terjadi saat negara di Asia Tenggara itu meningkatkan penindakan keras terhadap perbudakan di industri makanan laut bernilai miliaran dolar Amerika Serikat itu.

Pengacara mewakili pemilik dermaga menyatakan tuduhan terhadap kliennya itu tidak berdasar.

Tim kuasa hukum korban menyatakan bahwa kelompok tersebut --semua 15 orang-- dikontrak agen pekerja di Phnompenh, ibu kota Kamboja, untuk dipekerjakan sebagai pencuci ikan di pantai Thailand.

Namun, mereka ditemukan terperangkap di kapal, yang berlabuh di Mahachai, kota industri makanan laut di baratdaya Bangkok.

"Calo itu mengatakan: Tunggu di kapal ini, jangan ke mana-mana, banyak pekerjaan datang. Mereka menunggu di kapal selama satu bulan," kata Papop Siamhan, seorang pengacara dan koordinator proyek Yayasan Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (HRDF).

Sembilan orang tersebut pada akhirnya melarikan diri dan pergi ke kantor polisi agar mereka bisa dideportasi, hanya satu yang dikembalikan ke cukong, kata Papop kepada Thomson Reuters Foundation.

Kepada mereka para cukong itu mengatakan bahwa jika mereka ingin pulang, maka harus membayar 30.000 baht (850 dolar AS) untuk biaya dokumen-dokumen mereka dan perjalanan ke Thailand, kata Papop.

Mereka tinggal di kapal yang kemudian terbagi ke dua kapal yang berlayar selama sekitar sebulan keluar dari Thailand. Kemudian mereka memulai mencari ikan, bekerja tujuh hari dalam sepekan mulai pukul 23.00 hingga 20.00 pada hari berikutnya.

Mereka di laut lebih dari satu tahun, kata Papop.

Mereka ditemukan pada Januari ketika pihak berwenang Thailand memanggil kapal-kapal tersebut agar menuju pelabuhan dan di antara kapal-kapal yang datang tersebut terdapat dua orang pria Kamboja yang menyatakan bahwa mereka telah diperbudak.

Setelah dibebaskan, masing-masing dari mereka menerima 25.000 baht (700 dolar AS) dari majikan, meskipun dalam standar pengupahan mereka seharusnya menerima 150.000 baht (4.250 dolar AS), kata Papop.

Pembela para calo itu, Supachai Singkalawanich, menyebut penuturan para korban sangat tidak masuk akal.

"Mereka mengarang cerita ini. Semua 15 orang meyatakan bahwa mereka para korban dan pergi selama 13 bulan, bekerja setiap hari tanpa libur, bekerja 22 jam per hari, tidur hanya dua jam dalam sehari," kata Supachai saat ditelepon dari Ranong, Rabu.

"Bekerja setiap hari - 22 jam per hari tanpa istirahat - benar-benar tidak mungkin," katanya setelah persidangan hari kedua.

Perkara tersebut diajukan ke pengadilan pada Selasa dan segera didengarkan kesaksiannya, kata Preeda Tongchumnum, pengacara lain kasus tersebut yang bekerja pada Solidarity Center, organisasi hak pekerja yang berpusat di Amerika Serikat.

Thailand menjadi sorotan setelah berbagai laporan atas meluasnya perdagangan manusia dan perbudakan di indusri makanan laut tersebut.

Pemerintah Thailand baru-baru ini mengamandemen undang-undang sebagai upaya untuk memberantas perdagangan manusia dan perbudakan. Demikian pula pencarian ikan ilegal, tidak berizin, dan melanggar aturan.

Bulan Maret lalu, parlemen Thailand secara bulat membuat keputusan untuk mengesahkan hukuman yang lebih keras terhadap pelaku kejahatan perdagangan manusia, termasuk hukuman penjara seumur hidup dan hukuman mati dalam kasus yang menyebabkan korban meninggal dunia.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016