Jakarta (ANTARA News) - Polri menyatakan siap mengikuti arahan pemerintah terkait penerbitan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang perlindungan kekerasan seksual anak dan akan mendukung penggunaan alat untuk mengawasi pergerakan bekas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
"Ini terkait dengan wacana pemberian cip bagi terpidana kasus kekerasan seksual anak selama di penjara dan setelah bebas," kata Kepala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti di Jakarta, Kamis.
"Di beberapa negara, pelaku yang sudah mengakhiri masa hukuman tapi sekiranya bisa membahayakan anak-anak diberikan gelang kaki cip," katanya.
Pemasangan cip pada bekas pelaku kekerasan seksual, ia menjelaskan, dilakukan supaya pergerakan mereka terawasi sehingga jika ada tanda mereka akan melakukan kejahatan polisi bisa cepat bergerak.
"Nanti bisa dimonitor dia pergi ke mana. Kalau dia berbuat yang membahayakan anak-anak, anggota (Polri) segera bergerak," katanya.
Pemerintah pada Rabu (11/5) menyatakan akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk memperberat hukuman pelaku kejahatan seksual terhadap anak, termasuk di antaranya dengan penerapan hukuman kebiri dan pemasangan cip pada pelaku.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan peraturan itu akan berisi pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, hukuman pokok maksimal 20 tahun penjara dan hukuman tambahan.
Hukuman tambahannya, menurut Puan, berupa kebiri, pemasangan cip pada pelaku, dan publikasi identitas.
"Ini merupakan satu keputusan dari Presiden dan pemerintah untuk menindak pelaku kekerasan seksual terhadap anak karena itu kejahatan luar biasa. Harus memberikan hukuman yang bisa memberikan efek jera," katanya.
Dua pekan lalu, seorang anak Sekolah Menengah Pertama di Bengkulu diperkosa dan dibunuh oleh 14 orang termasuk tujuh remaja. Kasus kejahatan seksual juga dilaporkan terjadi di Provinsi Lampung, Manado dan Gorontalo.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016