"Memang kalau dalam konteks pemikiran tradisional, lompatan pendapatan itu terasa tidak realistis. Namun kami yakin ini bisa karena perubahan-perubahan bisa terjadi dengan cepat," ujar Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono dalam sebuah perbincangan di Gedung Pos Ibu kota, Jakarta, Rabu.
Wahyu mencontohkan perkembangan yang terjadi di dunia teknologi informasi yang hanya membutuhkan waktu singkat.
Dari yang hanya bisa mengakses internet melalui rumah dan kantor, dalam beberapa tahun semua tersedia dalam genggaman.
Inilah yang menjadi target pasar utama PT Pos Indonesia untuk mendapatkan "revenue" sebanyak 16 kali lipat dari tahun 2015.
Apalagi, semakin umum penggunaan internet membuat belanja melalui daring/dalam jaringan atau internet ("e-commerce") semakin marak, keamanan pembayaran semakin membaik dan cakupan frekuensi sinyal (bandwidth) terus merata.
Ujungnya adalah, nilai perdagangan elektronik juga akan semakin bertumbuh. Wahyu memperkirakan nilai penetrasi e-commerce Indonesia bisa mencapai 6-7 persen dalam lima tahun ke depan dari nilai industri eceran ("retail industry") yang senilai Rp6.000-an triliun.
"Artinya akan ada sekitar Rp300-an triliun yang bisa diraih," tutur Wahyu.
Untuk meraih pasar tersebut, PT Pos Indonesia pun melakukan pembenahan di sektor logistik, satu dari tiga inti bisnis Pos selain jasa kurir dan layanan keuangan.
Wahyu melanjutkan, perusahaan yang dipimpinnya membutuhkan modal sekitar 250 juta--300 juta dolar AS untuk membangun semua lini demi mencapai target revenue.
Namun karena dana tersebut cukup besar, PT Pos Indonesia mengakalinya dengan banyak menjalin kerja sama dengan perusahaan swasta dan terutama Perusahaan BUMN.
"Kami berusaha untuk selamat dengan kemampuan diri kami sendiri dan menjalin sinergi dengan perusahaan-perusahaan BUMN lain seperti Angkasa Pura, PGN, Telekomunikasi Indonesia, Bulog, Garuda Indonesia, KAI dan lain-lain.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016