"Apa kita damai sekarang? Jangan pernah beranggapan begitu. Semua disiapkan saat situasi damai. Perkuat infrastruktur informasi, data collection system, lalu diagnosis system seperti filtering dan analysing," ujar dia di Jakarta, Rabu.
Selain itu, lanjut dia, sebaiknya bangun skenario sehingga siap bila sewaktu-waktu terjadi kejadian tak terduga.
Yono mengatakan sebenarnya kebanyakan masyarakat tak tahu apa yang terjadi di jaringan dan simpulnya, lalu bagaimana memperbaiki jaringan bila nantinya terjadi kerusakan.
Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pemanfaatan teknologi yang meningkat pesat. Sejalan dengan ini, angka kejahatan pun siber meningkat.
"Di Indonesia, pemanfaatan digital technology meningkat pesat, sehingga tentu saja cyber crime juga meningkat," kata Yono.
Dia berkisah, dulu para hacker perlu memiliki pengetahuan soal sistem yang akan dia serang. Namun saat ini, berbekal "tools", para hacker tak perlu lagi mempelajari sistem yang akan ia rusak.
"Dulu sekitar tahun 1990-an, mereka atau para hacker harus mempunyai pengetahuan sistem yang akan dia serang. Tetapi sekarang tak perlu lagi. Mereka hanya perlu men-download tools-nya. Ini yang menjadikan cyber space lebih berbahaya. Tidak perlu terlalu canggih, tools membantu anda memiliki kemampuan yang sama dengan orang lain," tutur Yono.
Dalam kesempatan itu, Direktur eksekutif Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Melinda N Wiria, mengungkapkan bahwa faktor terlemah dalam serangan siber adalah manusia.
"Faktor manusia merupakan salah satu dari tiga ancaman siber. Faktor manusia antara lain social engineering atau teknik memanipulasi manusia untuk memberikan data yang bersifat rahasia," ujar dia.
Melinda mencontohkan, kiriman surat elektronik yang seolah-olah dari rekanan berisi permintaan transfer sejumlah uang. Modus ini memanfaatkan kelemahan manusia yang cenderung percaya pada orang.
Mengutip sebuah data, dia menyebutkan faktor manusia menyumbang sekitar 52 perse terjadinya serangan siber. Sementara ancaman dari dalam semisal karyawan perusahaan atau orang ketiga, menyumbang sekitar 42 persen serangan.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016