Manokwari (ANTARA News) - Warga Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, kesulitan untuk mengakses pariwisata di wilayahnya, karena biaya wisata di daerah tersebut terlalu mahal.
"Warga Raja Ampat sendiri saja tidak bisa menikmati, padahal berada dalam satu wilayah kabupaten. Bagaimana dengan warga di kabupaten lain di Papua Barat atau di provinsi lain," kata pemuda Sorong Muhammad Nasir Tokomadoran, di Manokwari, Selasa.
Dia menjelaskan obyek wisata bahari di wilayah Raja Ampat cukup banyak, namun, baru bisa dinikmati masyarakat yang bermukim di sekitar obyek wisata tersebut.
"Bagi mereka yang punya cukup uang bisa jalan-jalan menikmati satu persatu obyek wisata. Bagi masyarakat ekonomi lemah mereka tidak akan pernah bisa melihat," katanya lagi.
Menurutnya, obyek wisata Raja Ampat terlalu ekslusif, karena hanya bisa dinikmati masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah keatas. Biaya wisata di daerah itu terlalu mahal bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah.
Pria keturunan masyarakat Raja Ampat ini menyebutkan, tingginya biaya pariwisata di daerah tersebut terjadi pada transportasi. Seluruh obyek wisata hanya bisa dijangkau melalui transportasi laut.
"Untuk wilayah terdekat seperti Waisay bisa jangkau dengan ongkos sewa speedboat atau perahu jonson milik masyarakat sekitar Rp5 juta hingga 6 juta. Kalau untuk wilayah jauh seperti Wayak kita harus menyiapkan uang antara Rp15 juta hingga 17 juta," ujarnya.
Sementara terkait biaya penginapan, rata-rata dipatok dengan harga Rp.500 ribu permalam. Ia menilai penerapan harga tersebut wajar untuk obyek wisata sekelas Raja Ampat.
Dia menilai persoalan ini perlu mendapat perhatian pemerintah daerah. Perlu ada penambahan armada transportasi dengan melibatkan pihak swasta.
"Namun sebelumnya perlu dibuat peraturan untuk mempertegas upaya menjaga kebersihan dan kelestarian alam," ujarnya.
Analis Ekonomi Bank Indonesia (BI) Perwakilan Papua Barat Adi Perdana mengatakan, mahalnya harga paket wisata Raja Ampat memiliki dampak positif maupun negatif.
"Barangkali memang wisata Raja Ampat dibuat ekslusif agar tidak ada mobilisasi wisatawan yang berlebihan. Hal ini akan berdampak baik agar tidak terjadi kerusakan lingkungan, karena kalau wisatawan terlalu banyak akan sulit dikontrol," ujarnya.
Pewarta: Toyiban
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016