Wina (ANTARA News) - Kanselir Austria Werner Faymann pada Senin mengundurkan diri sebagai pemimpin pemerintahan koalisi beraliran tengah serta sebagai ketua Partai Demokratik Social (SPO), dua pekan setelah SPO mendapatkan hasil buruk dalam pemilihan presiden.
Faymann, yang menjabat sebagai kanselir sejak 2008, belakangan ini berada di bawah tekanan partainya sendiri terkait kebijakannya yang keras soal pencari suaka, lapor Reuters.
Tekanan juga datang dari pihak-pihak lain karena ia ingin tetap melarang pembentukan koalisi dengan Partai Kebebasan (FPO), yang antipendatang serta menentang Uni Eropa. FPO saat ini tengah memimpin perolehan dukungan dalam berbagai jajak pendapat.
"Untuk mendapatkan mayoritas (di partai) tidaklah cukup," kata Fayman seperti yang dikutip juru bicaranya dalam acara jumpa pers, yang digelar secara terburu-buru.
Seorang juru foto Reuters yang hadir dalam acara itu mengatakan bahwa Faymann telah mengumumkan pengunduran dirinya.
SPO, yang menguasai kalangan netral Austria dalam sebuah koalisi dengan Partai Rakyat (OVP) beraliran tengah-kanan, mendapatkan pukulan besar bulan lalu pada putaran pertama pemungutan suara untuk memilih presiden berikutnya. Kedua partai hanya mampu mengumpulkan 23 persen suara.
Kandidat untuk Partai Kebebasan (FPO) yang beraliran kanan-jauh dan maju dengan program anti-Islam dan menentang Uni Eropa, memenangi lebih dari sepertiga suara.
Dalam jajak-jajak pendapat, FPO secara berkala menarik simpati lebih dari 30 persen responden. Posisi partai itu cukup bagus berada di atas partai-partai yang telah mendominasi politik pascaperang.
Pemilihan parlemen dijadwalkan berlangsung pada 2018.
Juru bicara Faymann mengatakan ia tidak tahu apa yang akan terjadi terhadap pemerintahan koalisi.
Juru bicara ketua Partai Rakyat, Wakil Kanselir Reinhold Mitterlehner, tidak dapat segera dimintai komentarnya.
Austria menerima sekitar 90.000 permintaan suaka pada 2015 setelah sejumlah besar migran dan pendatang, banyak dari mereka mengungsikan diri dari konflik-konflik di Suriah, Irak dan Afghanistan, tiba di negara yang berpenduduk 8,5 juta jiwa itu.
(Uu.T008)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016