"Sejumlah catatan penting saya sampaikan seperti soal pemerintah agar segera mendirikan SMK Perfilman, DNI 100 persen di industri film serta perasoalan box office," katanya di Jakarta, Senin.
Pernyataan Anang ini terkait kisah sukses film "Ada Apa Dengan Cinta" (AADC) 2. Film AADC2 yang mulai tayang pada 28 April 2016 hingga saat ini telah meraih sukses besar.
Sedikitnya hingga hari kedelapan film ini sudah ditonton sekitar dua juta orang.
Dia memuji sukses film AADC2 yang diminati oleh masyarakat secara luas. Menurut dia, film AADC2 sebagai pembuktian bahwa pasar film di Indonesia ada.
Ini menjadi pembuktian bahwa pasar film Indonesia ada, dengan catatan dihadirkan film yang berkualitas seperti AADC2.
"Saya dan seluruh keluarga besar telah menonton film ini dan sangat suka dengan film ini, " katanya.
Anang menyebutkan, sukses film AADC2 ini juga sebagai antitesa dari argumentasi sebagian kalangan yang menyebutkan industri film Indonesia bakal maju bila dibukanya Daftar Negatif Investasi (DNI) di industri film hingga 100 persen.
"Film AADC2 ini bukti bahwa industri film tanpa pemberlakuan DNI (Daftar Negatif Investasi)100 persen juga bisa sukses," kata Anang.
Dia menambahkan, film AADC2 juga bisa menjadi "role model" dalam produksi film dengan mengangkat budaya lokal Indonesia. Ada keuntungan ganda yang didapat dengan menonjolkan sisi pariwisata di Tanah Air.
"Pariwisata Indonesia dapat lebih luas diketahui oleh penikmat film. Sinergi ini semestinya diformalkan dan diatur oleh pemangku kebijakan," kata Anang.
Menurut dia, jika pemerintah bersikukuh untuk membuka DNI 100 persen terhadap industri perfilman, semestinya kesiapan di dalam negeri baik soal regulasi, infrastruktur serta perangkat-perangkat lainnya harus terlebih dahulu siap.
Dia pun berpendapat tidak semestinya DNI dibuka hingga 100 persen.
"Saya kira tidak perlu hingga 100 persen, cukup di sektor tertentu saja seperti di film animasi yang membutuhkan biaya tidak murah," kata Anang.
Menurut dia, dari sukses film AADC2 ini semestinya pemerintah memanfaatkan momentum untuk melakukan pembenahan di sektor ini.
Sejumlah catatan mendasar Anang sebutkan seperti sebagaimana rekomendasi Panja Perfilman agar pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
"Pemerintah jangan menunda-nunda lagi untuk segera menerbitkan tujuh PP sebagai amanat UU No 33 Tahun 2009," kata Anang.
Selain itu, dia juga menyebutkan, momentum sukses AADC2 ini juga harus dimanfaatkan dengan baik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mewujudkan pembangunan SMK Perfilman secara merata di wilayah Indonesia.
"Mimpi saya, sutradara yang sukses tidak hanya milik Riri Reza atau Mira Lesmana saja, tapi bisa juga muncul dari anak bangsa dari berbagai belahan Nusantara ini," katanya.
Di bagian lainnya, Anang juga meminta pemerintah dan pemangku kebijakan segera merealisasikan sistem box office di Indonesia. Dengan sistem ini akan diketahui penyebaran film di daerah-daerah, berapa penontonnya serta tren genre film apa yang sedang booming di daerah-daerah.
"Sistem box office juga bisa mengatasi permasalahan yang akut di industri ini seperti soal transparansi di sektor pajak di industri film serta royalti para pemain film," katanya.
Terkait dengan sukses AADC2 yang dilaporkan telah ditonton dua juta orang dalam waktu delapan hari, dia pun mengaitkan dengan sistem "box office yang hingga saat ini belum tersedia di industri film Indonesia.
"Karcis penonton AADC2 siapa yang pegang? Film AADC2 paling banyak ditonton di daerah mana? Apakah angka penonton itu riil masuk pajak negara? Bagaimana cara menghitung delapan hari ditonton 2 juta penonton?" katanya.
Pewarta: Muryono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016