Bishkek (ANTARA News) - Di Kyrgyzstan, secara tradisional, banyak ibu dari negara Muslim Badui masih mengikuti tradisi tinggal di rumah untuk mengurus anak mereka.
Namun, ibu yang memilih untuk berjuang bagi keseimbangan yang lebih baik antara karir dan keluarga pun makin bertambah
Kyrgyzstan tidak mengenal Hari Ibu sampai Presiden Kyrgyzstan Almazbek Atambaev berjanji untuk merayakannya pada 7 Maret 2012.
Di dalam satu dekrit yang ditandatangani pada 23 April 2012, Hari Ibu digagas dalam upaya menaikkan status sosial dan peran ibu serta perempuan Kyrgyzstan.
Mulanya Hari Ibu ditetapkan pada Minggu kedua Mei, tapi karena paruh pertama Mei penuh dengan hari libur, Hari Ibu diputuskan dirayakan pada Minggu ketiga bulan Mei.
Pada Hari Ibu, rakyat di negeri tersebut mempersiapkan hadiah buatan sendiri atau membeli hadiah buat para ibu, bahkan mereka menggelar acara atau pesta buat para ibu.
Setiap keluarga di Kyrgyzstan berharap memiliki banyak anak, lapor Xinhua.
Pada November 2015, Kyrgyzstan menyambut kehadiran warga ke-6.000.000 di negeri itu, sedangkan peningkatan jumlah warga dipandang sebagai indeks penting kekuatan nasional.
Memiliki empat anak adalah norma bagi keluarga biasa di Kyrgyzstan belakangan ini. Data statistik di negeri tersebut memperlihatkan rata-rata usia produktif perempuan Kyrgyzstan ialah 23-24 tahun dan setiap perempuan Kyrgyzstan memiliki dua sampai tiga anak.
"Masih muda, sepenuh waktu di rumah, tak punya perawat anak, punya banyak anak adalah kehidupan biasa buat banyak ibu di Kyrgyzstan," kata seorang anggota organisasi non-pemerintah yang khusus menangani urusan perempuan. Ia mengaku bernama Safina.
"Secara tradisional, perempuan Kyrgyzstan mesti meninggalkan pekerjaan mereka dan tinggal di rumah untuk menunggu memiliki bayi setelah menikah," katanya.
Seorang perempuan lain, Gulnara --yang berusia 30-an tahun-- adalah ibu purna waktu dengan tiga anak lelaki dan seorang anak perempuan.
Putra tertuanya adalah seorang mahasiswa di Tiongkok, sedangkan putri bungsunya baru berusia 10 tahun.
Gulnara mengatakan ia bukan "seorang perempuan super" dan "benar-benar gila" untuk mengurus begitu banyak anak pada waktu yang bersamaan.
Ibu pekerja
Sebagai hasil dari pendidikan yang jauh lebih baik buat anak perempuan, makin banyak ibu di Kyrgyzstan memilih untuk bekerja dan mengejar karir sambil mengurus anak-anak mereka.
"Meskipun ibu waktu-penuh adalah praktik yang sejalan dengan konsep keluarga tradisional di Kyrgyzstan, banyak ibu purna waktu sangat berharap bisa memiliki pekerjaan lagi dan untuk sejenak 'keluar' dari kegiatan rumah tangga," kata Safina.
Seorang perempuan Kyrgyzstan yang bernama Tamara bekerja di media dan memiliki dua anak. Ia merasa beruntung karena memiliki suami yang memiliki pikiran terbuka.
"Saya beruntung, tapi banyak perempuan tidak. Sebagian dari mereka harus berhenti bekerja setelah memiliki bayi, dan sebagian yang tidak mau berkompromi harus bercerai dan menjadi ibu tunggal," kata Tamara.
Tamara mengatakan ia telah mengunjungi banyak negara.
"Tidak mengejutkan, saya mendapati semua ibu di dunia sama, tak peduli apapun pekerjaan dan kewarganegaraan mereka; Anak selalu menempati posisi paling penting di hati ibu," katanya.
(Uu.C003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016