Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memutuskan untuk membatalkan penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan tenor 6 dan 9 bulan, karena pemerintah telah berencana untuk menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) untuk tenor yang sama. "Kita memang dulu ada rencana mengeluarkan SBI 6 dan 9 bulan untuk menjembatani. Tetapi, memang pemerintah akan mengeluarkan 6 dan 9 bulan, kita tentunya tidak perlu mengeluarkan itu lagi," kata Deputi Senior Gubernur BI, Miranda Goeltom, di Gedung BI Jakarta, Rabu. Dia menngemukakan, pihaknya sangat mendukung rencana penerbitan SPN, yang untuk tahap pertama akan berjangka waktu 12 bulan mengingat pasar sangat menunggu kehadiran obligasi negara dengan tenor pendek itu sebagai patokan obligasi lain dengan jangka waktu sama dan sebagai alternatif sumber pendanaan jangka pendek. "Itu yang kita sudah tunggu dari jauh hari sebetulnya. Kita sangat membutuhkn suatu pasar yang likuid, volumenya cukup besar dan semakin lama harus semakin tambah besar supaya pasar bisa semakin likuid karena kita tahu kalau pasar likuid maka biaya untuk melikuidasi surat berharga yang dipegang menjadi murah dan secara total biaya investasi dan sebagainya bisa lebih murah," katanya. Selain itu, katanya, BI melihat pemerintah telah melakukan persiapan yang sangat matang untuk penerbitan SPN itu, mulai dari pembentukan primary dealers, hingga pembentukkan Ditjen Pengelolaan Utang. "Secara struktur sudah siap, orang-orangnya sudah siap, pasar sudah menanti, likuiditasnya banyak. Jadi tidak ada perlu dikhawatirkan, kita tinggal melihat akan baik saja," katanya. Dengan SPN itu, ditambahkannya, BI juga memperkirakan akan terjadi pergeseran simpanan dana dari deposito, obligasi negara jangka panjang atau bahkan dari SBI. Sementara itu, Deputi Gubernur BI, Hartadi Sarwono mengatakan BI tetap akan menerbitkan SBI 1 dan 3 bulan mengingat SBI diperlukan oleh BI jika sewaktu-waktu BI harus melakukan kontraksi ke dalam pasar jika dibutuhkan untuk menjaga volatilitas rupiah. Dia menambahkan berbeda dengan SBI, SPN lebih dimaksudkan pemerintah untuk menutupi kebutuhan pembiayaan akibat defisit anggaranDalam kesempatan itu, Miranda juga menjelaskan BI akan tetap menerapkan kebijakan moneter yang penuh kehati-hatian sebagai antisipasi atas tekanan yang muncul dari ekonomi global. "Kalau kita lihat AS yang tadinya sudah akan `pause` dan menurun, sekarang justru agak lama baru bisa turunkan suku bunganya karena masih ada kekhawatiran tentang ekonominya. Eropa, kita lihat sedang menaikkan suku bunga, seperti (yang dilakukan-red) Inggris dan Jepang dan lain-lainnya karena mereka lihat ada akselerasi daripada kegiatan ekonomi yang kalau tidak diperhatikan dari sekarang ke depan akan menimbulkan ekspektasi inflasi," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007