Berlin (ANTARA News) - Jerman berharap Turki tetap memegang teguh kesepakatan dengan Uni Eropa tentang penanganan perpindahan penduduk ke Eropa setelah perdana menteri yang mengegolkan kesepakatan tersebut mengundurkan diri, kata juru bicara pemerintah Jerman, Jumat (6/5).

Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu pada Kamis menyatakan bahwa ia mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai AK dan karena itu juga mundur sebagai perdana menteri.

Pengunduran diri Davutoglu memunculkan pertanyaan-pertanyaan soal kesepakatan terkait migran.

Davutoglu adalah sosok yang merundingkan persyaratan bersama Brussel soal upaya membendung gelombang pendatang ilegal ke Eropa.

Kesepakatan itu didorong oleh Kanselir Jerman Angela Merkel, yang berharap kesepakatan akan mendukung kubu konservatifnya menjelang pemilihan federal tahun depan.

Wakil juru bicara pemerintah Jerman Georg Streiter mengatakan bahwa pemerintahan Merkel telah bekerja dengan baik bersama Davutoglu dan seluruh pejabat Turki "dan kami berharap kerja sama yang baik dan konstruktif ini diteruskan bersama perdana menteri Turki yang baru."

"Kami akan memenuhi komitmen kami secara penuh dan berharap Turki juga akan memenuhi komitmennya," kata Streiter dalam acara jumpa pers berkala.

Ia menambahkan bahwa kesepakatan tersebut dicapai antarnegara dan bukan antarindividu.

Menurut perjanjian, Turki setuju untuk membantu membendung para pendatang ilegal ke Eropa dengan imbalan percepatan pembicaraan bagi keanggotaan Turki ke Uni Eropa, pembebasan visa serta bantuan keuangan.

Kesepakatan itu sudah menunjukkan keberhasilan pertamanya, ujar Streiter.

Ketika ditanya apakah keputusan Davutoglu untuk mengundurkan diri merupakan tanda buruk, Streiter menolak memberikan penilaian.

"Itu adalah prosedur politik dalam negeri Turki. Karena itu, saya tidak bisa berkomentar," katanya seperti dilansir kantor berita Reuters.

Pada Kamis, para politisi dari koalisi berkuasa Jerman menyuarakan kekhawatiran mereka soal kepergian Davutoglu.

Mereka mengatakan pengunduran diri Davutoglu itu telah membuka jalan bagi Presiden Tayipp Erdogan untuk menjalankan pemerintahan tanpa bisa dikendalikan. (Uu.T008)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016