Pemerintah perlu memprioriaskan masyarakat di sana agar merasa aman dan dilindungi."

Jakarta (ANTARA News) - Penerima Nobel Perdamaian 1996 Jose Ramos Horta menilai Indonesia dapat menyelesaikan kasus hak asasi manusia (HAM) di Papua secara mandiri melalui Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), tanpa bantuan dari lembaga luar.

"Indonesia memiliki banyak badan yang menangani masalah HAM, seperti Komnas HAM juga LSM. Sebaiknya pemerintah juga LSM melakukan investigasi mengenai masalah kekerasan di sana," kata mantan Presiden (2007-2012) dan Perdana Menteri (2006-2007) Timor Leste itu di Jakarta.

Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk perdamaian Guinea Bissau itu mengatakan, sebaiknya pemerintah Indonesia secara terbuka juga melibatkan LSM di Papua untuk melihat kondisi di sana secara terbuka.

Semua itu, menurut Horta, harus dilakukan oleh institusi di dalam negeri agar Indonesia dapat menyelesaikan masalahnya secara internal karena masyarakat Papua masih percaya dengan pemerintah Indonesia dan tidak mau berpisah.

"Dengan pemerintahan baru di tangan Presiden Joko Widodo yang berkomitmen untuk meningkatkan keadaan di Papua, banyak orang-orang di sana yang sangat mengharapkannya setelah bertahun-tahun menelan kekecewaan. Saya melihat banyak harapan pada pemerintahan yang baru ini," katanya.

Ramos Horta pada 2 Mei 2016 menjadi tamu atas undangan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan ke Papua untuk berdialog dengan warga setempat sebagai wujud komitmen Pemerintah RI membangun dan menyelesaikan kasus HAM di Papua.

Pria kelahiran Dili, Timor Leste, pada 26 Desember 1949 itu berharap ada langkah signifikan yang diambil Pemerintah RI dalam meningkatkan HAM bagi masyarakat Papua.

"Pemerintah perlu memprioriaskan masyarakat di sana agar merasa aman dan dilindungi," ujarnya.

Pemerintah Indonesia, dikemukakannya, juga harus menciptakan kesempatan ekonomi bagi masyarakat Papua, pemberdayaan perempuan dan meningkatkan mutu pendidikannya.

Berkaitan dengan aksi separatis di Papua, Horta menilai, Pemerintah Indonesia perlu mendengarkan dan mengerti kenapa terjadi perlawanan sejumlah kelompok di sana.

"Semua sudah tahu perlawanan itu sudah ada sejak lama. Indonesia harus memahami kenapa pulau sebesar itu ingin memisahkan diri? Kenapa orang-orang tidak senang? Mereka inginkan kedamaian, kebebasan, penghargaan dan pembangunan. Selama ini mereka tidak merasakan pemerataan dari pembangunan yang ada," ujarnya.

Dia mengakui, untuk menuntaskan masalah di Papua tidaklah mudah dan sederhana, sehingga memerlukan usaha, komitmen dan kepemimpinan yang kuat untuk membangun Papua.

Selain itu, ditegaskannya, harus ada kebijakan yang berkesinambungan yang dapat menguntungkan masyarakat lokal, dan dalam pembangunan tidak merusak lingkungan.

"Pemerintah harus memahami mereka yang merasa tertinggal, maka pembangunan juga harus menyeimbangkan antara kesukuan mereka dan unsur modernisasi," katanya.

Horta yakin dan percaya bahwa Indonesia punya pengalaman untuk hal itu, karena Indonesia punya banyak sosiolog dan antroppolog, serta Presiden Jokowi telah berkomitmen untuk menyelesaikan ketidakadilan di Papua maupun Papua Barat.

Dia juga menyarakan untuk mendekati masyarakat sparatis tidaklah dengan kekerasan senjata, tetapi melalui pendekatan dialog.

"Walaupun mereka berseberangan, tetapi selama mereka masih bisa diajak bicara, maka saya rasa itu langkah yang baik. Saat ini Indonesia sangat terbuka untuk itu," demikian Ramos Horta.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016