Jakarta (ANTARA News) - Pihak panitia Festival Literatur ASEAN 2016 memastikan akan tetap melangsungkan gelaran tersebut sesuai jadwal di Komplek Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 5-8 Mei.
Sebelumnya terdapat ancaman pembatalan festival tersebut terutama untuk program-program yang topiknya berkaitan dengan Peristiwa 1965, LGBT dan Papua.
Direktur Program ALF 2016, Okky Madasari, dalam konferensi pers yang juga memastikan kelanjutan rangkaian acara tersebut, Kamis, meluruskan polemik yang beredar di masyarakat mengenai program-program berkaitan tiga topik tersebut.
"ALF 2016 mengangkat tema utama 'The Story of Now' untuk mencari relevansi antara sastra dan sastrawan dengan permasalahan masa kini, misalnya hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi," kata Okky.
Terkait dengan Peristiwa 1965 misalnya, ALF 2016 menyiapkan program Ingat65 pada hari kedua atau Jumat (6/5), yang merupakan karya digitalisasi dongeng untuk mengingat Peristiwa 1965 dan tiga sesi terkait pada Sabtu (7/5) termasuk diskusi panel mengenai Kisah-Kisah Pengungsi dan Eksil, Peluncuran Buku Korban 1965 serta Monolog Nyanyi Sunyi Kembang-Kembang Genjer.
"Penggunaan judul 'Kembang-Kembang Genjer' bukan berarti acaranya akan diisi nyanyian lagu Genjer-Genjer sebagaimana pemahaman yang beredar di luar, tetapi ini monolog mengenai korban-korban 1965 yang mendapatkan represi dan berbagai tindakan lainnya," kata Okky.
"Apapun yang kami hadirkan terkait Peristiwa 1965 di ALF 2016 adalah bagian dari upaya untuk menggugat keadilan bagi para korban serta menetapkan posisi sastra dan sastrawan sebagai hal atau pihak yang mengakomodir tuntutan keadilan bagi korban," ujarnya menambahkan.
Sementara terkait program yang bersentuhan dengan topik LGBT, yakni Diskusi "Tentang LGBT, Seksualitas dan Kebebasan Berekspresi" pada Sabtu (7/5) ditegaskan Okky bukan sebagai upaya untuk mendorong ataupun mempromosikan perilaku LGBT.
"Terkait LGBT, kami menyadari setiap orang punya kebebasan memilih preferensi seksual yang masih menjadi problem bagi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara pada umumnya, maka sudah menjadi kewajiban ALF 2016 untuk menghadirkan program terkait itu di dalamnya sebagai keberpihakan kami terhadap kebebasan berekspresi," kata Okky.
Sedangkan program lain yang menuai protes adalah diskusi panel bertopik "Cerita-cerita Papua dan Timor Leste" pada Sabtu (7/5) yang menghadirkan novelis dan penulis yang karyanya mengangkat kedua wilayah tersebut.
"Kami meyakini sastra harus memberikan ruang pada cerita yang kerap diabaikan dan kami tahu Papua serta Timor Leste mengalaminya. Jadi tidak ada niat untuk mempromosikan disintegrasi Papua dari Indonesia ataupun agar Papua mengikuti jejak Timor Leste," pungkas Okky.
Okky memastikan ALF 2016 akan tetap berjalan sesuai jadwal, termasuk pembukaan yang menghadirkan Mantan Presiden Timor Leste sekaligus Penerima Nobel Perdamaian 1996, Jose Ramos-Horta.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016