Gorontalo (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Batubara, Rabu, menegaskan bahwa pengawasan terhadap media massa saat ini sepenuhnya berada di tangan rakyat atau masyarakat, dan bukan oleh pemerintah atau pihak lainnya. "Dalam penyelenggaraan pers, media cetak atau penyiaran tidak boleh dikontrol atau diintervensi pemerintah," kata Sabam, ketika melakukan sosialisasi Mekanisme Hak Jawab, Penegakan Etika dan Standar Organisasi Wartawan di Gorontalo. Ia mengatakan, pemerintah yang mengontrol pers hanya ada di era Orde Baru, dimana eksekutif berwenang mencampuri penyelenggaraan pers, melalui Menteri Penerangan yang mengeluarkan dan dapat mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Kini, kata dia, pemerintah tidak berwenang mengintervensi penyelenggaraan pers, karena tidak ada Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri yang mengatur hal tersebut. "Regulasi penyelenggaraan pers hanya disusun oleh, dari dan untuk komunitas atau self regulating," ujarnya. Dengan demikian, lanjutnya, yang memiliki wewenang paling besar dalam mengontrol pers adalah masyarakat sendiri sebagai pelaku kontrol eksternal, seperti penonton atau penikmat media yang menjalankan fungsi (media watch). Ia menambahkan, selain masyarakat, perilaku pers juga dikontrol oleh organisasi wartawan, Dewan Pers dan sejumlah unsur, seperti editor, ombudsman, serta hati nurani si wartawan sendiri sebagai pelaku kontrol internal. Oleh karena itu, ia menghimbau kepada masyarakat untuk tidak takut melakukan kontrol terhadap media yang dinilai tidak memenuhi etika jurnalistik dengan menggunakan jalur hukum yang sesuai. "Tinggalkan media seperti itu, dan pakai jalur hukum apabila terdapat pelanggaran dalam karya jurnalistiknya," ujarnya menegaskan. Ia mengungkapkan, masyarakat dapat mengadukan media tersebut langsung kepada media terkait, organisasi wartawan, Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan jalur hukum bila pers melanggar Pasal 5 ayat 1 Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007