Sumber bahan baku thorium ini melimpah di Bangka Belitung. Hal ini sangat diperlukan mengingat ke depan kebutuhan energi untuk industri sangat besar dan tentu dengan harga yang kompetitif,”

Jakarta (ANTARA News) - Memteri Perindustrian Saleh Husin menyampaikan bahwa Indonesia perlu mengembangkan energi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Thorium untuk memenuhi pasokan energi bagi industri.

“Sumber bahan baku thorium ini melimpah di Bangka Belitung. Hal ini sangat diperlukan mengingat ke depan kebutuhan energi untuk industri sangat besar dan tentu dengan harga yang kompetitif,” ujar Saleh melalui siaran pers di Jakarta, Rabu.

Di Indonesia, imbuhnya, sumber daya thorium di Babel diperkirakan mencapai 170 ribu ton.

Dengan perhitungan 1 ton thorium mampu memproduksi 1.000 MW per tahun, maka jumlah bahan baku tersebut cukup untuk mengoperasikan 170 unit pembangkit listrik selama 1.000 tahun.

Dari sisi total biaya produksi termasuk operasional, pembangkit listrik itu juga lebih murah karena hanya 3 sen dollar AS per kWH. Sedangkan batu bara mencapai 5,6 sen dollar AS, gas (4,8 sen dollar AS), tenaga angin (18,4 sen dollar AS) dan panas matahari (23,5 sen dollar AS). Senada, anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari akademisi, DR Tumiran mengungkapkan, penyediaan energi untuk industri sangat penting bagi kesinambungan perekonomian, lapangan kerja dan kemandirian. “Teknologi penyediaan energi terus berkembang dan kita dapat memanfaatkannya sesuai peta potensi energi nasional, termasuk teknologi reaktor yang generasi kini sudah jauh berbeda dengan generasi sebelumnya," ujarnya.

Menurut dia, PLTN thorium seperti yang disampaikan Menperin, dapat menyediakan kebutuhan energi yang semakin meninggi.

Pengajar dan mantan Dekan Fakultas Teknik UGM ini juga mengatakan, pemanfaatan thorium termasuk diversifikasi energi.

Ini sejalan dengan aktivitas industri yang telah menyerap investasi dan SDM, juga mensyaratkan keberlanjutan dan jaminan pasokan atau security of supply.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016