"Pemahaman mengenai terorisme sekarang ini mengalami bias yang luar biasa seiring dengan perkembangan media sosial," kata Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq di Semarang, Selasa.
Hal tersebut diungkapkannya di sela pembukaan Halaqah Fiqih Antiterorisme yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) yang berlangsung selama 3 hari, 3 sampai dengan 5 Mei 2016.
Menurut dia, paham terorisme harus didudukkan kembali sesuai dengan pandangan Islam yang bersumber dari kitab suci Alquran dan pendapat para ulama karena Islam sendiri membawa perdamaian.
"Selama ini, banyak masyarakat yang nyinyir dan mendiskreditkan satu kelompok umat Islam. Namun, marilah dudukkan persoalan ini (terorisme, red.) dalam konteks yang lebih luas," katanya.
Persoalan terorisme, kata dia, tidak hanya berkaitan dengan agama atau kelompok tertentu, melainkan lebih karena adanya ketidakadilan sehingga harus benar-benar dipahami secara proporsional.
Maka dari itu, Maarif Institute bekerja sama dengan Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Tengah dan Unimus berinisiatif menggelar "Halaqah Fiqih Antiterorisme" selama 3 hari ke depan.
Muhammadiyah, lanjut dia, sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam diharapkan akan semakin memberikan warna yang lebih positif dalam melihat persoalan terorisme secara menyeluruh.
"Tentunya, kami harapkan halaqah ini mampu menghasilkan sebuah produk buku berisi pandangan ulama yang lebih fresh dan kritis tentang terorisme. Menenangkan hati dan pikiran masyarakat," katanya.
Senada dengan itu, Direktur Program Maarif Institute M. Abdullah Darraz menambahkan bahwa halaqah fikih itu digelar untuk melahirkan suatu rumusan pemahaman yang lebih utuh dan kritis menyikapi terorisme.
Utamanya, kata dia, memaknai ulang doktrin-doktrin kunci yang bersumber dari Alquran dan hadis, apalagi sekarang ini kekerasan secara meluas dikampanyekan gerakan ISIS melalui media sosial.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016