"Pernah terima 10 ribu dolar AS dari Amran?" tanya jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
"Benar, dalam rangka anak saya mau nikah. Diberikan pada 8 Oktober 2015 tapi saya sudah kembalikan," jawab Taufik yang menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
"Amran uang dari mana?" tanya Basir.
"Saya tidak tahu," jawab Taufik.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Abdul Khoir bersama dengan sejumlah rekannya sesama kontraktor pada periode Juli-November 2015 memberikan uang total sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura (sekitar Rp1,98 miliar) kepada Amran Hi Mustary yaitu untuk suksesi Amran menjadi Kepala BPJN IX sebesar Rp8 miliar dan sebagai fee agar bisa mengupayakan proyek program aspirasi DPR disalurkan pada pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara agar dikerjakan Abdul Khoir.
Menurut Taufik, dana aspirasi bisa dikabulkan dan bisa juga tidak.
"Kalau tidak dikabulkan karena tidak sesui kriteria karena masing-masing dirjen akan memberikan penjelasan ke Kapoksi (Ketua Kelompok Fraksi) mengenai alasan-alasan tadi, tapi sebagai sekjen tidak bisa memegang satu per satu paket," ungkap Taufik.
Abdul Khoir didakwa memberikan uang sejumlah total Rp21,28 miliar; 1,674 juta dolar Singapura dan 72.727 dolar AS kepada pejabat Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat dan anggota DPR.
Rinciannya, untuk Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura, kepada Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar, Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin sebesar Rp7 miliar, Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar dan anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto senilai 305 ribu dolar Singapura.
Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir didakwa berdasarkan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai perbuatan memberikan sesuatu atau janji kepada penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016