Jakarta (ANTARA News) - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan peringatan Hari Buruh 1 Mei atau May Day merupakan momentum untuk memperkuat barisan perjuangan pekerja demi mewujudkan kehidupan yang lebih sejahtera.
"Mari bersatu dalam satu barisan dan jangan mudah dipecah belah. Jangan mau diadu domba. Seluruh pekerja harus bersatu karena tantangan hari ini sangat berat," kata Mirah di sela-sela aksi buruh memperingati May Day di Jakarta, Minggu.
Mirah mengatakan kelompok pekerja saat ini menghadapi kenyataan bahwa pemerintah lebih mementingkan investor dengan segala kemudahan yang diberikan daripada kesejahteraan pekerja.
Di sisi lain, pemerintah justru menerbitkan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang membatasi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) hanya berdasar pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, dan tidak berdasar hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL).
"Kami meminta Presiden Joko Widodo mendengarkan aspirasi pekerja dan membatalkan PP Pengupahan karena jelas-jelas menabrak peraturan perundangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," tuturnya.
Mirah mengatakan PP Pengupahan juga telah menghilangkan hak berunding yang dimiliki serikat pekerja yang sesungguhnya sudah dijamin oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Pasal 88 Ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur dan mengamanatkan penetapan upah minimum harus berdasarkan hasil survey KHL.
Sedangkan Pasal 44 PP Pengupahan menyatakan penetapan upah minimum tidak lagi berdasarkan hasil survey KHL.
"Itu aneh karena pemerintah telah menabrak UU," ujarnya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016