"Yang dipermasalahkan izin pelaksanaan dan izin reklamasi karena Perda itu Perda tata ruang, bukan Perda izin. Nah kita tidak mau memasukkan izin," kata Taufik di Gedung KPK Jakarta, Kamis.
Taufik sudah lebih dari lima kali diperiksa KPK dalam kasus ini. Selain Taufik, dalam kasus yang sama KPK juga memeriksa adik Taufik yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi yang sudah menjadi tersangka dalam kasus ini dan satu orang swasta, Winoto Candra.
"Perda memang ada dua, Perda zonasi tentang alur laut, kalau ini kan soal izin yang sudah keluar jadi kita tidak perlu memasukkan ke situ (Perda) dong," tambah Taufik.
Kemarin, usai diperiksa KPK, Sekretaris Daerah Saefullah menjelaskan bahwa ada dua konsep Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta dan DPRD sempat mencapai kata sepakat bahwa mengenai kontribusi tambahan yaitu 15 persen NJOP (nilai jual objek pajak) dikali saleable area (lahan efektif pulau) akan diatur melalui Peraturan Gubernur (Pergub).
Selanjutnya Pemprov dan Balegda membahas konsep kedua Raperda pada 22 Februari 2016 dengan perubahan pasal 110 ayat 13 mengenai besaran, tata cara dan kontribusi tambahan itu akan diatur melalui pergub namun belum disepakati oleh pihak eksekutif dan legislatif.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Sanusi terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar, sedangkan Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro terancam pidana paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016