Prospek pertumbuhan global telah memburuk selama beberapa bulan terakhir, karena pertumbuhan lemah di Tiongkok dan pasar negara berkembang lainnya, serta harga untuk beberapa komoditas masih lemah, Gubernur Bank Sentral Selandia Baru, Reserve Bank of New Zealand (RBNZ), Graeme Wheeler mengatakan.
Kondisi-kondisi moneter sangat akomodatif secara internasional, dengan pelonggaran kuantitatif yang cukup dan kebijakan suku bunga negatif di beberapa negara, serta volatilitas pasar keuangan telah mereda dalam beberapa pekan terakhir, Wheeler mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Ekonomi Selandia Baru sedang didukung oleh migrasi ke dalam yang kuat, kegiatan konstruksi, pariwisata, dan kebijakan moneter yang akomodatif, meskipun harga ekspor untuk industri pilar susu tetap di bawah tingkat impas untuk sebagian besar petani.
"Nilai tukar tetap lebih tinggi daripada layak atau sesuai mengingat harga ekspor komoditas Selandia Baru rendah. Sebuah dolar Selandia Baru yang lebih rendah diinginkan untuk meningkatkan inflasi tradable (dapat diperdagangkan) dan membantu sektor tradable," kata Wheeler.
Inflasi harga rumah di Auckland -- kota terbesar di negara itu dan tempat tinggal bagi sepertiga penduduk -- mungkin meningkat, dengan harga rumah masih pada tingkat yang sangat tinggi dan tekanan pasar bangunan di beberapa daerah lain.
"Ada banyak ketidakpastian di sekitar prospek. Secara internasional, ini berhubungan dengan prospek pertumbuhan global, terutama di Tiongkok, dan prospek pasar keuangan global," kata Wheeler.
"Risiko-risiko domestik utama berhubungan dengan pelemahan di sektor susu, penurunan ekspektasi inflasi, kemungkinan imigrasi bersih terus tinggi dan tekanan di pasar perumahan."
Inflasi tetap rendah, dengan inflasi inti tahunan dalam kisaran target RBNZ dari satu persen hingga tiga persen.
"Ekspektasi inflasi jangka panjang jauh berlabuh di dua persen. Namun, karena kami sebelumnya telah mencatat, telah terjadi penurunan material dalam ekspektasi jangka pendek," katanya.
"Kami memperkirakan inflasi akan menguat karena dampak dari harga minyak rendah putus dan karena tekanan kapasitas secara bertahap bertambah. Kebijakan moneter akan terus menjadi akomodatif. Pelonggaran kebijakan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa inflasi rata-rata berada dekat tengah kisaran target."
Peninjauan suku bunga OCR berikutnya akan dilakukan pada 9 Juni.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016