Mataram (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi, mengusulkan kepada pemerintah bahwa harus ada smelter (pabrik pengolahan hasil tambang) yang dibangun di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
"Alasan saya mengapa harus dibangun smelter di Sumbawa, karena disana banyak bahan tambangnya, tidak hanya batu hijau," kata Kurtubi setelah mengikuti kegiatan koordinasi dan supervisi (korsup) di sektor energi tahun 2016 di Senggigi, Rabu.
Dengan adanya dibangun smelter, dampaknya pun akan baik untuk pemerintah daerah maupun masyarakat, salah satunya dapat memperluas lapangan pekerjaan.
"Hasil produksi dari smelter ini kan jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan harus mengekspornya lagi ke luar," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Kurtubi mengoreksi PT Newmont Nusa Tenggara yang mendapat izin pengelolaan tambang di Pulau Sumbawa, namun tidak membangun smelter.
"Coba pabrik smelternya dibangun di Sumbawa, keuntungan yang kita dapat bisa lebih besar. Sekelas perusahaan Newmont, mestinya bisa membangun sebuah smelter," ucapnya.
Kurtubi memaparkan, untuk PT NNT yang mendapat kontrak pengelolaan tambang di Sumbawa hingga 50 tahun ke depan, hingga saat ini masih melakukan pengolahan hasil tambang setengah jadi di Gresik, Jawa Timur.
"Kalau smelter berdiri di Sumbawa, ini kan juga bisa membuka peluang bagi industri lainnya, contoh konkret pabrik pembuatan kabel listrik tembaga, manfaatnya sangat besar," kata Kurtubi.
Bahkan, PT NNT dinilai telah memiliki pembangkit bertenaga batu bara yang mampu memasok seluruh kebutuhan listriknya. "Kalau ini terealisasi, akan jauh lebih murah dibandingkan dengan harus mengolah hasil tambang di luar," ucapnya.
Terkait hal itu pun, Kurtubi menyampaikan bahwa dirinya tidak akan pernah setuju jika PT NNT masih terus mengolah hasil tambang setengah jadi di luar daerah.
"Saya sudah bicarakan ini di Komisi VII DPR RI dan akan mendorong pemerintah untuk memberi peluang pembangunan pabrik smelter disana. Tapi kalau tidak ada respons juga dari pemerintah, saya lepas tangan," ujarnya.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016