"Beliau-beliau mencari sebuah pijakan yang mampu menyatukan kita. Sebuah dasar yang mampu menjalin dan merajut keragaman itu adalah nilai-nilai agama," kata Lukman sebagaimana dikutip laman kemenag.go.id, Rabu.
Dalam perspektif agama, lanjut Menag, Tuhan menciptakan keragaman manusia supaya saling mengenal, bekerjasama dan menyempurnakan. Alasannya, manusia adalah makhluk serba kekurangan sehingga keragaman itu harus disyukuri dan perpecahan harus dihindari. Hal tersebut dapat salah satunya dapat dipraktikkan dengan mengamalkan ajaran dan nilai agama.
"Masyarakat kita adalah masyarakat religius. Undang-undang kita sarat akan nilai-nilai agama. Empat alenia dalam Pembukaan UUD, berisi tentang nilai-nilai agama. UUD kita juga sarat dengan nilai-nilai agama. Dasar negara kita, Pancasila juga implementasi dari nilai-nilai agama juga," kata dia.
Terkait radikalisme dan ekstrimisme yang mengatasnamakan agama, Menag mengatakan agama terkadang menjadi pemicu jika diterjemahkan secara ekstrim dan fanatik. Namun, ekstrimisme tidak selalu lahir karena agama.
Menurut dia, tindakan ekstrim dapat muncul saat pelakunya tidak memperoleh jalan keluar dari perlakuan ketidakadilan, baik ekonomi, hukum, politik dan lainnya. Akibatnya, pelaku mencari jalan pintas sehingga timbul tindakan radikal dan ekstrim. Dalam konteks ini, agama sering dijadikan alat pembenar tindakan kekerasan itu.
Lukman juga mengajak masyarakat untuk terus merawat keberagaman dengan menciptakan perdamaian di antara manusia.
"Mari kita ciptakan kedamaian, keadilan dan kebaikan, agar ekstrimisme bisa kita minimalisir. Karena apa pun itu, sekali lagi, agama mengajarkan kita untuk memanusiakan manusia, bukan sebaliknya," katanya.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016