Kita ingin impor dibatasi, jangan sampai ada impor pangan karena ini akan melukai petani, kecuali kalau kita betul-betul kekurangan, ini pula yang akan mempengaruhi daya saing petani kita,"
Jakarta (ANTARA News) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) terus mendorong pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perdagangan untuk mengecilkan impor beras guna membangun ketahanan pangan dalam negeri dan menyejahterakan petani.
Ketua Umum HKTI Fadli Zon dalam Rapat Kerja Nasional HKTI 2016 di Jakarta, Selasa menilai impor tanaman pangan, terutama beras sebisa mungkin harus dikendalikan karena rawan akan penyelundupan.
"Kita ingin impor dibatasi, jangan sampai ada impor pangan karena ini akan melukai petani, kecuali kalau kita betul-betul kekurangan, ini pula yang akan mempengaruhi daya saing petani kita," katanya.
Menurut Fadli, ketersediaan bahan pangan di dalam negeri dirasa cukup di tengah tantangan yang dihadapi saat ini, yakni pertumbuhan yang cepat, namun produksi cenderung lamban.
Ditambah, lanjut dia, lahan-lahan pertanian semakin berkurang dan iklim musim kering yang panjang yang berpotensi mengakibatkan produksi menurun.
"Bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi untuk jangka panjang karena harus ada 260 juta mulut yang harus dikasih makan tiga kali sehari," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada minggu ke-2 bulan April 2016 perkembangan serap gabah (sergab) tingkat nasional realisasinya sudah mencapai 1.064.302 ton gabah kering panen (GKP) atau sama dengan 490.034 ton beras.
Serapan tersebut dinilai jauh lebih tinggi jika dibandingkan pada periode yang sama 2015 yang hanya sebesar 145.136 ton GKP atau setara 73.729 ton beras.
Sementara itu, panen raya padi Maret hingga Mei 2016 menghasilkan produksi 30,9 juta ton GKG setara dengan 19,5 juta ton beras.
Produksi tersebut naik lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, sementara kebutuhan konsumsi beras nasional selama tiga bulan hanya 7.98 juta ton.
Artinya karena besarnya produksi padi tahun ini, diperoleh surplus beras sebesar 11,52 juta ton.
Untuk itu, Fadli mengatakan dibutuhkan kebijakan pangan nasional atau "national food policy", artinya urusan pangan bukan lagi soal produksi, dalam hal ini urusan Kementan, tetapi terintegrasi.
Dia mencontohkan urusan pupuk dengan Kementerian Perindustrian, urusan irigasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Perdagangan untuk mengendalikan impor.
"Selama ini Kementan mengatakan ketersediaan cukup, tetapi Kemendag mengatakan selalu kurang dan akhirnya impor, jangan ada ego sektoral," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras pada Februari 2015 mencapai 7.912 ton atau senilai 3,1 juta dolar AS atau mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan Januari 2015, yakni mencapai 16.600 ton atau 8,3 juta dolar AS.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016