"Indonesia, sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki banyak wilayah pesisir dengan kondisi yang identik dengan rawa, gambut basah dan memiliki kandungan air asin, seharusnya memberikan perhatian lebih terhadap sagu yang bersifat adaptif dan membutuhkan sedikit perawatan dalam budidayanya," kata Ma'mun Murod, Kadishut Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau dalam keterangan persnya yang diterima, Selasa.
Kepulauan Meranti yang terletak di pesisir timur pulau Sumatera adalah salah satu Kawasan Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional.
Dengan topografinya yang berbentuk rawa-rawa dan bergambut, sagu merupakan pilihan yang tepat, karena mampu beradaptasi dengan tanah yang memiliki kandungan air asin, membutuhkan sedikit perawatan, dan memilik tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tanaman pangan atau tanaman karbohidrat lainnya dalam kondisi tersebut.
"Penanaman sagu di daerah lahan gambut kepulauan Meranti tidak hanya berhasil mencegah subsiden, namun juga memungkinkan konservasi flora dan fauna yang ada di areal tersebut. Hal ini karena dalam proses penanaman sagu di lahan gambut, pelaku tidak harus melakukan land clearing," ujar Prof Dr IrHasyim Bintoro, M Agr, ahli sagu dari Universitas IPB.
Dia menjelaskan, saat ini perkembangan konsesi sagu rakyat di Kepulauan ini mencapai kurang lebih 42,000 ha di tahun 2016 dari hanya sekitar 30,000 ha di tahun 2011 ditambah lagi dengan sekitar 68 kilang sagu aktif.
Walaupun areal sagu di Meranti sangatlah kecil dibanding dengan luas areal sagu nasional yang mencapai 5,5 juta ha, namun kepulauan Meranti memiliki tingkat produktivitas sagu yang paling tinggi dengan angka produksi tepung sagu 440,000 ton/ tahun dari angka produksi nasional yaitu 523,000 ton/ tahun. Selain itu, Meranti juga menjadi penyumbang produk olahan sagu terbesar di seluruh Indonesia.
"Kepulauan Meranti memang tidak luas, hanya sekitar 3.707,84 km2, tapi Pemerintah setempat sangat serius dalam menggarap budidaya sagu dan tidak hanya mengandalkan pada cuaca. Rencana kami adalah mengembangkan areal sagu menjadi 140, 000 ha dan menjadikan Kepulauan Meranti sebagai cluster sagu. Kedepan, kami berharap sagu di Meranti tidak hanya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat tapi sekaligus menjadi komoditas pangan nasional," kata Hasyim Bintoro.
Ma'mun Murod menambahkan, setiap tahunnya Pemkab Meranti juga rutin mengadakan workshop bagi para petani sagu binaan untuk peningkatan wawasan yang dimulai dari pembibitan, pemeliharaan, hingga pengelolaan. Pemkab Meranti bahkan bekerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI) untuk mengatasi kurangnya pengetahuan masyarakat setempat dalam pengolahan, pengemasan serta pemasaran produk sagu. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi tingkat kriminalitas, dan meningkatkan pendapatan masyarakat Meranti.
"Harapan saya pribadi ke depannya adalah agar pengolahan tanaman sagu tidak hanya berhenti sampai tepung sagu saja, namun agar home-industry (hilirisasi) dari tanaman sagu ini dapat terus bertumbuh dan berkembang demi memberikan kesejahteraan lebih bagi seluruh masyarakat Meranti. Kalau masyarakat sejahtera, khan, pemerintah juga ikut senang, kita tinggal menjalankan roda pemerintahan saja," ujarnya.
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016