"Kalau Gojek saja bisa atur tukang ojek di mana-mana. Masak kita tidak bisa atur aparat dan rakyat," ujarnya dalam seminar tentang otoda yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, para kepala daerah, anggota parlemen, dan pengusaha di Jakarta, Selasa.
Oleh sebab itu, dia menginstruksikan Kemendagri dan Kemenkominfo untuk segera membangun aplikasi yang bisa mengatur sistem pemerintahan dalam kerangka melayani masyarakat.
"Dengan adanya aplikasi itu nantinya akan bisa digunakan untuk mengatur aset-aset pemerintah. Rakyat juga bisa melapor jalan rusak, persoalan sampah. Jadi tidak perlu lagi kirim surat melalui RT/RW. Cukup dengan aplikasi itu," ujarnya.
Aplikasi tersebut, lanjut Wapres, setidaknya sudah bisa digunakan oleh beberapa kota yang telah memiliki konsep "smart city", seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
"Smart city itu sendiri menggabungkan sistem pemeritahan dengan teknologi karena bagaimanapun teknologi bisa membantu memperlancar pemerintah. Namun teknologi yang diaplikasikan tidak boleh melanggar aturan," katanya.
Program itu juga sejalan dengan semangat otonomi daerah yang sudah meninggalkan sistem pemerintahan sentralistik.
"Oleh sebab itu yang menentukan berhasil dan tidaknya suatu daerah adalah kemampuan para pemimpin daerah dalam menjalankan pemerintahan. Apalagi sekarang anggaran DAU dan DAK (Dana Alokasi Umum-Dana Alokasi Khusus) tidak diatur, namun dengan batasan-batasan tertentu," katanya menambahkan.
Wapres secara teknis mengarahkan pembangunan sistem aplikasi pemerintahan tersebut melalui program KTP elektronik yang sudah berlaku secara nasional. "Gabungkan saja dengan e-KTP agar lebih gampang dan lebih murah serta masyarakat bisa terlayani dengan baik," ujarnya.
Pewarta: M Irfan Ilmie
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016