Hilirasi pertambangan diarahkan kepada bisnis produk yang memiliki `added value` (nilai tambahnya) lebih tinggi,"

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN terus mendorong perusahaan pertambangan milik negara untuk melakukan tranformasi bisnis dengan melakukan hilirisasi barang tambang sehingga memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

"Hilirasi pertambangan diarahkan kepada bisnis produk yang memiliki added value (nilai tambahnya) lebih tinggi," kata Deputi Menteri BUMN Bidang Jasa Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno, usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin malam.

Program hilirisasi mineral meliputi barang tambang nikel, bauksit, besi, tembaga, emas, timah, aluminium, dan timbal-seng.

Ia menjelaskan, hilirisasi sudah sesuai dengan "Roadmap" Kementerian BUMN untuk meningkatkan nilai tambah, mendorong pengembangan industri manufaktur dalam negeri, dan meningkatkan daya saing produk hilirisasi tambang di pasar regional dan global.

"BUMN Tambang tidak bisa lagi berbisnis pada komoditi yang nilai tambahnya rendah, tapi harus yang lebih tinggi," tegasnya.

Peningkatan nilai tambah industri pertambangan sudah mulai dilakukan dengan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), termasuk bersinergi antar BUMN Pertambangan.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman mengatakan BUMN harus konsisten mengimplementasikan program hilirisasi mineral melalui kewajiban membangun smelter sesuai amanat Undang-Undang (UU) No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba.

"Implementasi yang berkesinambungan dibutuhkan melalui sinergi antara lain dari sisi regulasi, investasi, maupun sinkronisasi antara sektor industri hulu dan hilir pertambangan agar manfaat dan nilai tambah yang ditargetkan dapat tercapai," ujar Azam.

Ia mencontohkan, saat ini harga komiditas terus merosot di pasar internasional yang mengakibatkan BUMN Pertambangan mengalami penurunan pendapatan.

"Kami meminta Kementerian BUMN untuk melakukan kajian terhadap pola ekspor timah dan batubara bagaimana menghadapi fenomena penurunan komiditias di pasar internasional," ujarnya.

Untuk itu tambah Azam, diperlukan penyusunan kebijakan lebih lanjut untuk peningkatan nilai tambah mineral, agar yang dihasilkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan di sektor pertambangan.

"Hilirisasi menjadi keharusan untuk menekan dampak serius dari penurunan harga komoditas. Ekspor tidak dilarang, tapi harus pada produk-produk hilirisasi bernilai tinggi bukan lagi bahan baku," tegasnya.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016