... juga berharap para pejabat agar menunjukkan akhlak yang baik, sebab jika pejabat muslim menunjukkan perbuatan korupsi atau kezaliman, hal itu bisa menjadi alasan kaum ekstem untuk melakukan aksi...
Malang, Jawa Timur (ANTARA News) - Dua terpidana pelaku bom Bali I, Ali Imron dan Umar Patek, menjadi "bintang" dalam Seminar yang digelar Resimen Mahasiswa Mahasurya, Jawa Timur, di Kota Malang, Senin. Keduanya narapidana yang telah bergabung dalam program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Kedua terpidana penghuni lembaga pemasyarakatan berbeda itu hadir sebagai pembicara dalam seminar yang bertajuk "Generasi Penerus Bangsa Bersinergi Mendukung Program Pemerintah: Dalam Rangka Kontraradikal dan Deradikalisasi demi Mencegah Instabilitas serta Menjaga Keutuhan NKRI".

Imron datang ke Malang dari penjara di Jakarta, Minggu malam (24/4), hampir bersamaan dengan narasumber lain yang juga bekas terpidana teroris dan mantan Komando Pusat Hujad Maluku, Jumu Tuani.


Sementara Patek baru sampai pada Senin, dari Lembaga Pemasyarakatan Surabaya, di Porong, Sidoarjo.

Dalam seminar itu, Imron dan Patek banyak menyampaikan hal yang berkaitan dengan terorisme, termasuk banyaknya jenis terorisme saat ini. Mereka juga menyampaikan cara-cara mencegah radikalisme masuk dalam keluarga.

Imron yang menjadi pengikut Jamaah Islamiah (JI) itu mengatakan keberadaan JI saat ini tak ada sangkut pautnya dengan aksi terorisme. "Mayoritas mereka tidak sepakat dengan pengeboman dan sejenisnya," kata mron.

Ia mengaku sempat mengimbau kepada para pengikut JI agar melakukan kebaikan-kebaikan lain di luar aksi radikalisme dan tidak termakan provokasi sehingga merasa perlu berangkat ke Suriah dan Irak untuk berjihad.


"Di sana rakyatnya cuma 60 juta orang, baik muslim maupun nonmuslim. Kenapa kita repot ke sana, di sini (Indonesia) 200 juta muslimnya saja, di sini mereka yang berhak kita urusi, jangan termakan slogan dan apapun yang ada di internet," ujarnya.

Selain itu, alasan imbauan itu juga karena di Suriah dan Irak banyak sumber fitnah.


Misalnya, saat dua orang Indonesia berangkat ke sana, mereka bisa berada di dua kubu yang berbeda, yakni ISIS dan oposisi Suriah. "Niatnya berjuang bersama tapi justru perang. Ini fitnah yang harus dihindari. Banyak kebaikan lain yang bisa dilakukan di Indonesia, tambahnya.

Untuk masyarakat muslim di Tanah Air, Imron mengimbau agar mereka tak keluar dari naungan Indonesia.


"Saya juga berharap para pejabat agar menunjukkan akhlak yang baik, sebab jika pejabat muslim menunjukkan perbuatan korupsi atau kezaliman, hal itu bisa menjadi alasan kaum ekstem untuk melakukan aksi," katanya.

Semenatra itu Hisyam bin Ali Zein alias Umar Patek alias Ale, terpidana bom Bali I, menawarkan bantuan pada pemerintah Indonesia untuk membebaskan warga Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf, di Filipina selatan.

Ia mengaku sangat terusik dengan kabar penyanderaan awak KM Brahma 12, dan sanggup melakukan bantuan itu, karena dia kenal dekat dengan Abu Sayyaf. "Aku sangat mengenal Abu Sayyaf dan kelompoknya, sehingga aku rasa sangat mampu membantu," katanya.

Penawaran bantuan itu, kata Umar Patek, jangan dikaitkan dengan banyak syarat, seperti remisi atau pengurangan separo masa tahanan. "Ini semua karena rasa kemanusiaan dan tidak ada syarat apapun," ucapnya.

Meski dihadiri terpidana bom Bali I yang saat ini masih berada dalam penjara, pengamanan di lokasi seminar tidak terlihat ketat.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016