Kalau dari sisi dia 15 persen itu `fix`..."

Jakarta (ANTARA News) - Staf khusus Gubernur DKI Jakarta, Sunny Tanuwidjaja mengungkapkan permintaan Basuki Tjahaja Purnama terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

"Kalau dari sisi dia 15 persen itu fix harus ada hanya persoalannya apakah di perda atau di pergub (peraturan gubernur), hanya karena kemarin ada ancaman dari DPRD akan deadlock, beliau sempat mengatakan selama yang penting 15 persen jangan dicoret," kata Sunny seusai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Senin.

Pemeriksaan ini adalah kedua kalinya Sunny diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana pemberian hadiah terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Raperda tersebut sudah dibahas sejak beberapa bulan lalu namun pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta belum sepakat karena pemprov DKI Jakarta mengusulkan tambahan kontribusi 15 persen nilai jual objek pajak (NJOP) dari lahan efektif pulau yaitu seluas 58 persen luas pulau.

Sementara sejumlah anggota baleg DPRD mengusulkan persentase NJOP dan luasan faktor pengali yang jauh lebih kecil yaitu 5 persen.

"Sempat ada wacana seperti itu makanya beliau jadi lebih fleksibel, tapi kan kemudian belakangan sudah lebih fix, intinya tidak ada negosiasi lagi," tambah Sunny.

Menurut Sunny, ia hanya ditanyai 12 pertanyaan soal pembahasan raperda tersebut.

"Komunikasi Pak Ahok dengan siapa saja sama kok mendengarkan masukan-masukan dari mereka kemudian dipertimbangan, demikian selalu," ungkap Sunny.

Selain Sunny, hari ini KPK juga memeriksa sejumlah anggota DPRD yaitu Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDI Perjuangan Merry Hotma, anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PKS Selamat Nurdin, anggota Baleg DPRD DKI Jakarta Mohamad "Ongen" Sangaji yang juga Ketua Fraksi Hanura DPRD DKI Jakarta dan Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI sekaligus anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Bestari Barus Bestari Barus.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016