Tidak ada hukum internasional yang melarang keberadaan hukuman mati dan pelaksanaannya."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menyampaikan posisi bersama negara-negara yang sepaham mengenai hukuman mati, dengan menegaskan bahwa penerapan hukuman mati adalah bagian dari kedaulatan negara.
Pernyataan bersama mengenai hukuman mati itu disampaikan Duta Besar Republik Indonesia untuk Austria, Slovenia dan Badan-Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Wina, Rachmat Budiman, setelah pengesahan dokumen akhir Sesi Khusus Majelis Umum PBB mengenai Permasalahan Narkotika dan Obat-Obat Sedunia (United Nations General Assembly Special Session on the World Drug Problem) di New York, demikian keterangan pers Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Jumat.
Ia menegaskan bahwa hukuman mati dan pelaksanaannya merupakan bagian dari implementasi sistem hukum pidana yang diputuskan oleh otoritas berwenang di setiap negara.
"Tidak ada hukum internasional yang melarang keberadaan hukuman mati dan pelaksanaannya. Setiap negara memiliki hak berdaulat untuk menentukan sendiri sistem politik, hukum, ekonomi dan sosial sesuai kepentingan dan kondisi masing-masing negara," ujarnya.
Pernyataan bersama tersebut disampaikan untuk menanggapi pernyataan Uni Eropa dan sejumlah negara lain, seperti Swiss, Norwegia, Kanada, Meksiko, Kolombia, Brazil, Australia yang kecewa karena perihal hukuman mati tidak dimuat dalam dokumen akhir sesi PBB mengenai Permasalahan Narkotika dan Obat-Obat Sedunia.
Kelompok negara penolak hukuman mati tersebut menyerukan kembali, agar hukuman mati tidak diterapkan dalam kejahatan yang terkait dengan narkotika dan bahan obat berbahaya (narkoba).
Permintaan untuk menyampaikan pernyataan bersama itu merupakan kepercayaan kepada Indonesia yang aktif menyerukan bahwa tantangan yang dihadapi negara-negara dalam penanganan narkoba sangat beragam, dan bahwa hukum mati adalah salah satu pilihan berdasarkan kedaulatan hukum setiap negara.
Selain Indonesia, negara yang sepaham memandang hukuman mati sebagai bagian sistem hukum negara berdaulat, antara lain China, Singapura, Yaman, Malaysia, Brunei Darussalam, Pakistan, Mesir, Arab Saudi, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, Bahrain, Iran, dan Sudan.
Pernyataan bersama tersebut sangat penting untuk menunjukkan bahwa masih terdapat perbedaan di antara negara-negara mengenai isu hukuman mati. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah serius di banyak negara.
"Atas dasar itu, hukuman mati masih merupakan komponen penting sistem hukum pidana yang dapat diterapkan terhadap kejahatan yang sangat serius dalam isu narkoba. Pelaksanaan hukuman mati juga tetap mematuhi prinsip-prinsip hukum dan keadilan," kata Rachmat.
"United Nations General Assembly Special Session on the World Drug Problem" merupakan salah satu forum utama PBB dalam isu-isu narkoba yang dihadiri 193 negara anggota PBB. Terakhir kali PBB mengadakan Sesi Khusus semacam ini pada 1998.
Menurut Dubes Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, penyelenggaraan sesi khusus tersebut sangat penting bagi Indonesia.
Kesempatan tersebut dapat digunakan Pemerintah Indonesia untuk memberi informasi dan penjelasan kepada dunia internasional mengenai berbagai kebijakan dan capaian nasional dalam memberantas penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan.
"Pemerintah Indonesia sangat serius dalam mengatasi masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan. Kita tidak ingin generasi muda Indonesia menjadi generasi yang banyak terjebak penyalahgunaan narkotika," demikian Dian Triansyah Djani.
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016