... karena wajib pajak tetap ngotot tidak mau membayar akhirnya terpaksa dilakukan hukuman badan yakni penyanderaan (gijzeling) sesuai UU...Palembang (ANTARA News) - Seorang pengusaha kelapa sawit di Sumatera Selatan penunggak pajak sebesar Rp3,7 miliar disandera dengan dititipkan di Rumah Tahanan Palembang sejak Jumat hingga masa enam bulan ke depan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan Bangka Belitung, Samon Jaya, di Palembang, Jumat, mengatakan, tersangka penunggak pajak berinisial EC merupakan direktur sekaligus komisaris di PT SHS.
Dia ditangkap di rumahnya, di Medan, Sumatera Utara, Kamis malam (21/4). Dia ditangkap tim gabungan dari KPP Seberang Ulu Palembang dengan dibantu BIN dan polisi.
"Ditjen Pajak sudah beberapa tahun melakukan proses negosiasi agar wajib pajak ini mau melunasi hutang pajaknya. Namun karena wajib pajak tetap ngotot tidak mau membayar akhirnya terpaksa dilakukan hukuman badan yakni penyanderaan (gijzeling) sesuai UU," kata Jaya.
Ia mengemukakan setelah dilakukan hukuman badan penyanderaan ini selama beberapa jam, tersangka menyatakan akan melunasi tunggakan pajaknya itu.
"Janjinya pada pukul 15.00 WIB hari ini, tersangka mau melunasi utang pajaknya. Jika tidak bisa lunas hari ini akan diurus pada Senin. Intinya sesuai UU, jika lunas langsung dibebaskan," kata dia.
Sementara itu penasihat hukum EC, Cuaca Bangun, mengatakan, kliennya saat ini sedang berusaha mendapatkan pinjaman dari kerabat untuk melunasi utang pajak itu karena sudah tidak memiliki uang.
"EC sudah tidak memiliki uang sebanyak itu, setelah ini kami akan meneruskan gugatan ke pengadilan pajak," kata dia.
Sesuai UU Nomor 19/1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19/2000, disebutkan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkan dia di tempat tertentu.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya seratus juta rupiah dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak itu.
Penyanderaan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan serta dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan dari kepala KPP setelah mendapat izin tertulis dari menteri keuangan atau gubernur provinsi setempat.
"Ditjen Pajak sudah beberapa tahun melakukan proses negosiasi agar wajib pajak ini mau melunasi hutang pajaknya. Namun karena wajib pajak tetap ngotot tidak mau membayar akhirnya terpaksa dilakukan hukuman badan yakni penyanderaan (gijzeling) sesuai UU," kata Jaya.
Ia mengemukakan setelah dilakukan hukuman badan penyanderaan ini selama beberapa jam, tersangka menyatakan akan melunasi tunggakan pajaknya itu.
"Janjinya pada pukul 15.00 WIB hari ini, tersangka mau melunasi utang pajaknya. Jika tidak bisa lunas hari ini akan diurus pada Senin. Intinya sesuai UU, jika lunas langsung dibebaskan," kata dia.
Sementara itu penasihat hukum EC, Cuaca Bangun, mengatakan, kliennya saat ini sedang berusaha mendapatkan pinjaman dari kerabat untuk melunasi utang pajak itu karena sudah tidak memiliki uang.
"EC sudah tidak memiliki uang sebanyak itu, setelah ini kami akan meneruskan gugatan ke pengadilan pajak," kata dia.
Sesuai UU Nomor 19/1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19/2000, disebutkan penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkan dia di tempat tertentu.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya seratus juta rupiah dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak itu.
Penyanderaan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan serta dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan dari kepala KPP setelah mendapat izin tertulis dari menteri keuangan atau gubernur provinsi setempat.
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016