Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Jimly Asshiddiqie menyarankan seluruh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bertindak sebagai juri dalam persidangan agar pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh legislator objektif.
"Jadi saat sidang etika itu MKD jangan ikut bicara, cukup mendengar, sedangkan yang bicara dan bertanya majelis etik saja agar objektif," kata Jimly saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertema Sistem Penegakan Etika Lembaga Perwakilan yang diselenggarakan Mahkamah Kehormatan Dewan di Jakarta, Senin.
Jimly mengusulkan dibentuknya majelis etik permanen di DPR yang diisi oleh kalangan non-partisan guna menjadi hakim dalam sidang etika anggota dewan.
Nantinya para anggota MKD hanya melakukan rapat pleno secara tertutup untuk memeriksa kelengkapan persyaratan suatu perkara apakah layak disidangkan atau tidak.
Selanjutnya persidangan etika dilakukan secara terbuka oleh majelis etik yang beranggotakan orang-orang independen sehingga hasilnya diharapkan dapat lebih objektif.
"Anggota majelis etik bisa akademisi, mantan hakim agung, mantan hakim MK kan banyak yang berintegritas," ujar dia.
Menurut Jimly, pola persidangan MKD yang sekarang kurang objektif karena para anggota MKD adalah para anggota dewan itu sendiri.
"Kalau dalam sidang etika kemarin itu anggota MKD ikut menyidangkan, semua berbicara, ada yang seolah sebagai lawyer, ada yang seolah sebagai jaksa, ditayangkan televisi, penonton jadi pusing semua," kata Jimly.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016