Pertemuan Svetlana sebagai anak PKI dengan Catherine sebagai anak pahlawan revolusi terjadi beberapa tahun silam di Forum Silaturahmi Anak Bangsa. Salah satu anak DI Pandjaitan adalah Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Hotmangaradja Pandjaitan, yang kini menjadi duta besar Indonesia untuk Prancis.
"Catherine seperti kakak saya sendiri, dia sangat memperhatikan saya, dia mengurus saya seperti adiknya sendiri, orang lain yang melihat persabahtan saya dengan Catherine pasti heran," kata Svetlana, pada Simposium Tragedi 1965, di Jakarta, Senin.
Saat tragedi 1965 terjadi Svetlana masih berusia sembilan tahun, dia harus kehilangan ayahnya dan ibunya ditahan.
Dia harus tinggal dengan keluarga lain yang bersedia menerima dia dan adik-adiknya.
Namun, yang paling berat bagi Svetlana adalah dia harus hidup dengan menyembunyikan identitas dirinya berpuluh-puluh tahun.
"Nama saya sangat Rusia, ibu saya menyuruh saya untuk membuang nama saya karena dia takut terjadi sesuatu kepada saya, dan hal itu berat bagi saya," kata Svetlana.
Dia menyembunyikan namanya bukan karena takut, tetapi takut terjadi sesuatu yang buruk kepada orang yang telah baik menampung dirinya.
"Pernah sekali waktu saya menginap satu malam di rumah om saya, dan sejak itu dia ditahan berbulan-bulan karena saya dan adik saya menginap satu malam di sana. Saya tidak mau itu terjadi," kata Svetlana.
Selain itu, dia mengaku geraknya menjadi terbatas, dia tidak dapat melakukan hal yang dia inginkan karena takut identitasnya terbongkar.
Sudah 50 tahun berlalu, Svetlana masih hidup dalam ketakutan, jika dia bertemu dengan teman-teman sesama korban 1965, masih banyak pihak yang mengira mereka mau menghidupkan kembali komunis.
Dia berharap pemerintah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas agar tidak mendiskriminasikan para korban 65 dari kalangan PKI.
"Saya sungguh berharap suatu ketika hal itu terjadi," kata dia
Pewarta: Aubrey Fanani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016