Kami merasa bahwa Freeport sedang berupaya membunuh masyarakat Suku Kamoro yang ada di sekitar area konsesinya. Ini ada apa?...."
Timika (ANTARA News) - PT Freeport Indonesia menegaskan bahwa kematian massal ikan di sejumlah sungai ujung tanggul barat pengendapan tailing hingga kawasan Cargo Dok Pelabuhan Amamapare belum lama ini sebagai akibat dari fenomena alam, bukan karena limbah tailing perusahaan itu.
"Yang jelas itu fenomena alam. Setiap tahun terjadi hal seperti itu. Hanya saja kebetulan kali ini lokasi ikan yang mati itu dekat dengan area pengendapan tailing," kata Eksekutif Vise President PT Freeport bidang Sustainable Development Sonny ES Prasetyo di Timika, Senin.
Sonny mengatakan terkait kasus tersebut Pemkab Mimika sedang berupaya mencari data yang akurat melalui pemeriksaan laboratorium terhadap sampel ikan yang ditemukan mati.
"Kita tunggu saja hasilnya. Tapi yang jelas ini karena faktor alamiah. Ikan yang mati itu merupakan ikan migran mengikuti arus dan ketersediaan plankton makanan sehingga masuk ke perairan yang lebih dangkal. Ikan-ikan yang mati itu bukan ikan lokal," jelasnya.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Departemen Lingkungan Hidup PT Freeport, katanya, jutaan ikan yang mati tersebut merupakan jenis ikan sarden. Ikan-ikan tersebut bermigrasi dari laut dalam mengikuti arus. Populasi ikan sarden tersebut biasanya hidup di laut dengan kedalaman sekitar 100 meter di bawah permukaan laut.
Pada Jumat (15/4), Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang bersama sejumlah anggota DPRD setempat melakukan inspeksi mendadak ke kawasan pengendapan tailing Freeport di Tanggul Barat yang menjadi lokasi ditemukannya jutaan ikan yang mati tersebut.
Dalam kegiatan sidak tersebut, tim Pemkab Mimika dan Departemen Lingkungan Hidup PT Freeport mengambil sejumlah sampel ikan yang mati untuk selanjutnya diteliti di laboratorium.
Yohanis Bassang mengatakan dugaan sementara kematian massal ikan tersebut karena bermigrasi dari laut dalam ke perairan dangkal.
"Kami masih menunggu hasil uji laboratoriumnya seperti apa. Sampel ikan dan air sungai dari lokasi itu sudah diambil untuk diteliti," kata Bassang.
Bassang meminta Freeport jangan menutup-nutupi soal berbagai kandungan kimiawi pasir sisa tambang alias tailing yang bisa membahayakan kesehatan masyarakat setempat.
"Kalau memang ikan-ikan ini mati akibat limbah Freeport, perusahaan harus terbuka kepada masyarakat, jangan tutup-tutupi," tegas Bassang.
Sebelumnya, Wakil Ketua I Lemasko Georgorius Okoare menuntut PT Freeport bertanggung jawab atas kematian massal berbagai jenis ikan dan biota sungai lainnya di sungai-sungai sepanjang ujung tanggul barat hingga Cargo Dok Pelabuhan Amamapare, Kabupaten Mimika.
"Kami merasa bahwa Freeport sedang berupaya membunuh masyarakat Suku Kamoro yang ada di sekitar area konsesinya. Ini ada apa? Masa di sungai-sungai lain di wilayah barat dan timur Mimika tidak ada ikan-ikan yang mengapung dan mati, tapi hanya terjadi di sungai-sungai ujung area pengendapan tailing Freeport," kata Georgorius.
Lemasko menduga kematian jutaan ekor ikan ini akibat limbah beracun.
"Mungkin mereka membuang mercuri ke sungai. Kami secara tegas menolak opini yang menyatakan bahwa ini ada kaitannya dengan perubahan iklim dan kehabisan plankton. Pertanyaannya, mengapa di sungai-sungai lain tidak ada kejadian seperti ini," tutur Georgorius.
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016