Gas Co2 atau karbon dioksida tidak berwarna, dan berbau. Orang yang menghirup tidak terasa, tapi tiba-tiba jatuh dan meninggal dunia."
Bojonegoro (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, mengeluarkan peringatan awas gas beracun dan tanah amblas di lokasi semburan lumpur bercampur air di Desa Jari, Kecamatan Gondang.
"Saya menginstruksikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas ESDM segera mengeluarkan peringatan awas gas beracun dan tanah amblas di lokasi semburan lumpur Jari," kata Bupati Bojonegoro Suyoto, dalam dialog Jumat di Bojonegoro, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu, menanggapi hasil laporan penelitian Tim Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Kementerian ESDM Bandung dan Yogyakarta, selama dua hari di lokasi semburan lumpur Desa Jari.
Ia juga menginstruksikan kepada BPBD dan Dinas ESDM segera memasang papan peringatan di sekitar lokasi semburan lumpur. Selain itu, juga menyosialisasikan kepada masyarakat, terkait adanya gas beracun di lokasi semburan lumpur di Desa Jari, Kecamatan Gondang.
"Segera sosialisasikan kepada masyarakat soal gas beracun di semburan lumpur Jari, agar masyarakat semua tahu," ucapnya, menegaskan.
Di lokasi, ia meminta segera dipasang papan peringatan yang berisi larangan bahwa warga jangan terlalu lama di lokasi semburan, termasuk mendekat, karena ada ancaman tanah amblas di sekitarnya.
"Papan peringatannya tulis saja awas gas beracun, jangan ditulis awas gas Co2, sebab masyarakat bisa tidak tahu maksudnya," katanya, menegaskan.
Sesuai laporan Koordinator Peneliti Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung, Dr. Igan S. Sutawidjaja, MSc., bahwa semburan lumpur di Jari, mengandung gas beracun CO2 sebesar 70 persen, yang bisa mematikan manusia.
"Batas aman gas Co2 bagi manusia yaitu 0,5 persen," ucap peneliti lainnya Dr. Hanik Humida, menambahkan.
Gas lainnya yang terdeteksi, gas H2S (Hidrogen Sulfida) sebesar 100 ppm, sedangkan ambang batas yang diperbolehkan 10 ppm.
Selain itu, juga terdeteksi gas So2 (sulfur) sebesar 20 ppm, sedangkan ambang batas yang diperbolehkan 4 ppm, juga ditemukan gas metana, dan hidrokarbon sebesar 14 "Lower Explosive Limit" (LEL).
"Gas Co2 atau karbon dioksida tidak berwarna, dan berbau. Orang yang menghirup tidak terasa, tapi tiba-tiba jatuh dan meninggal dunia," jelas Igan, menegaskan.
Dari hasil pengukuran suhu di lokasi semburan, lanjut Igan, mencapai 54 derajat Celsius, yang disebabkan adanya letusan lumpur dari perut bumi.
Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016