Tidak ada transaksi sama sekali dan aset yang saya apakan. Saya kemudian mengundurkan diri pada 1 Desember 2015, sebenarnya begitu jadi ketua BPK sudah meminta mundur, tapi prosesnya panjang sejak 2014
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis melakukan klarifikasi Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan 2015 kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
"Saya hadir atas permintaan klarifikasi sebagai wajib pajak yang patuh," kata Harry saat hadir memenuhi undangan DJP untuk klarifikasi pajak di Jakarta, Jumat.
Ini untuk kedua kalinya Harry melakukan klarifikasi pajak setelah sehari lalu dia menemui Presiden Joko Widodo untuk mengklarifikasi SPT Tahunan akhir Maret 2016.
Harry mengaku sempat memiliki perusahaan bayangan (offshore) sejak 2010 di Hong Kong, namun sudah mengundurkan diri sejak awal Desember 2015.
"Tidak ada transaksi sama sekali dan aset yang saya apakan. Saya kemudian mengundurkan diri pada 1 Desember 2015, sebenarnya begitu jadi ketua BPK sudah meminta mundur, tapi prosesnya panjang sejak 2014," jelas Harry.
Harry menegaskan klarifikasi pajak ini tidak terkait dengan pemeriksaan BPK atau tugasnya sebagai Ketua BPK, karena ini merupakan klarifikasi atas kasus lama yang melibatkannya sebagai anggota DPR.
Harry pun tidak mempermasalahkan apabila dalam proses klarifikasi pajak ini dia disimpulkan oleh DJP kurang membayarkan pajak.
"Kalau dalam klarifikasi masih kurang bayar, saya siap, berapa pun yang dibutuhkan akan saya bayar, yang ditetapkan oleh DJP," kata mantan politisi Partai Golkar ini.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menjelaskan klarifikasi ini dilakukan untuk menghitung potensi pajak dari perusahaan bayangan yang sempat dimiliki Harry sebagai pejabat tinggi negara, dan mengetahui kemungkinan kurang bayar.
"Ini masih saya klarifikasi, kalau kurang bayar, beliau akan membayar. Beliau sebagai lembaga negara akan memberikan contoh kepada siapa pun. Kalau mengenai angkanya tunggu dulu," ujar Ken.
Ken mengingatkan bahwa memiliki perusahaan bayangan di luar negeri bukan berarti seseorang hendak menghindari pajak karena bisa saja perusahaan itu didirikan untuk memperluas kegiatan usaha.
"Kalau orang untuk berbisnis boleh saja, beberapa perusahaan BUMN juga mempunyai SPV (Special Purpose Vehicle) di Cayman Island atau Hongkong. Jadi tidak ada masalah," katanya.
Harry Azhar Azis, yang menjabat sebagai Ketua BPK sejak Oktober 2014, ikut tercatat dalam "Panama Papers" sebagai salah satu WNI yang memiliki perusahaan bayangan di luar negeri.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016