Impor kita yang terbesar adalah Tiongkok, meskipun tidak selalu nomor satu, kadang-kadang tiga besar atau empat besar, tentu ada dampaknya (peningkatan ekspor Tiongkok),"Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan peningkatan ekspor Tiongkok dapat mempengaruhi volume impor Indonesia dan berdampak pada neraca perdagangan secara keseluruhan.
"Impor kita yang terbesar adalah Tiongkok, meskipun tidak selalu nomor satu, kadang-kadang tiga besar atau empat besar, tentu ada dampaknya (peningkatan ekspor Tiongkok)," katanya di Jakarta, Kamis.
Suryamin mengatakan impor nonmigas tersebut bisa berdampak positif apabila barang-barang yang masuk ke Indonesia merupakan barang modal yang dibutuhkan untuk mendorong kinerja investasi.
Namun, menurut dia, impor tersebut harus menjadi catatan pemerintah, apabila merupakan barang-barang konsumsi, yang dikhawatirkan bisa bersaing dengan produk-produk asli buatan dalam negeri.
"Kalau barang modal, bisa positif ke kita, asal jangan ekspor seperti barang-barang konsumsi, apalagi konsumsi yang sebetulnya bisa dibuat disini, itu yang penting," ujar Suryamin.
Ia menjelaskan selama ini Indonesia banyak mengimpor barang-barang modal yang dibutuhkan untuk mendukung perekonomian, seperti alat mesin, peralatan mekanik, peralatan listrik maupun peralatan IT dari Tiongkok.
"Barang-barang ini bisa menggerakan ekonomi karena merupakan bagian dari investasi. Investasi ini bisa menggerakan instrumen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dalam komponen pertumbuhan," katanya.
BPS mencatat impor nonmigas dari Tiongkok merupakan yang tertinggi pada periode Februari 2016 yaitu mencapai 4,87 miliar dolar AS, lebih tinggi dari Jepang 1,92 miliar dolar AS dan Thailand 1,48 miliar dolar AS.
Sebelumnya, Badan Umum Bea Cukai Tiongkok mencatat ekspor dalam denominasi yuan melonjak 18,7 persen tahun ke tahun pada Maret, kenaikan pertama sejak Desember, dibandingkan dengan penurunan 20,6 persen pada Februari dan 6,6 persen pada Januari.
Para analis mengatakan data positif Tiongkok menunjukkan stabilisasi perekonomian negara itu, yang memungkinkan The Fed (Bank Sentral AS) untuk mempertimbangkan kenaikan suku bunga sebelum pertengahan tahun.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016