Jakarta (ANTARA News) - Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat menginginkan Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) dikonsultasikan terlebih dulu dengan Presiden Joko Widodo mengingat landasan hukum ini dinilai strategis untuk mendongkrak pendapatan negara.
"Draft-nya baru diperoleh pada 12 April, sementara masa sidang sampai 29 April selesai. Perlu waktu untuk kami selesaikan dulu bersama Badan Musyawah kemudian keputusannya dilakukan konsultasi dengan Presiden," kata Anggota DPR Komisi XI Heri Gunawan pada diskusi di Jakarta, Rabu malam.
Heri mengatakan Kementerian Keuangan menginginkan RUU Tax Amnesty yang terdiri dari 14 Bab dan 27 Pasal tersebut dapat disahkan paling lambat pada Juni mendatang, namun sempitnya waktu pembahasan membuat penetapan RUU ini harus ditunda.
Menurutnya, pembahasan Tax Amnesty harus dibahas secara keseluruhan karena ada keterkaitan dengan sejumlah revisi undang-undang, seperti UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan UU Perbankan.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa hampir seluruh anggota Komisi XI yang membawahi bidang keuangan, perencanaan nasional dan perbankan ini menganggap RUU Tax Amnesty strategis untuk mendongkrak pendapatan negara.
"Nyaris keseluruhan fraksi di Komisi XI menganggap aturan ini seksi, tetapi kita perlu memahami (kebijakan ini) tidak terlepas dari kontroversi, banyak keraguan terkait implementasi dan keraguan," ujar legislator dari Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Ia mengatakan implementasi Tax Amnesty harus dicermati dengan adanya skema repatriasi dan perhitungan tepat seberapa banyak kontribusinya terhadap pendapatan negara dan sejauh mana pelaporan aset di masa mendatang.
Tax Amensty, menurutnya, selain dapat menambah pendapatan negara juga menciptakan reformasi perpajakan terkait tata kelola pajak.
Heri menyebutkan ada sekitar 15 juta perusahaan di Indonesia, namun hanya 26 persen di antaranya atau sekitar 400.000 perusahaan yang patuh membayar pajak.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016