Pak Presiden sudah beberapa kali bertemu dengan perwakilan warga yang menolak pembangunan (pabrik) semen ini dan kebetulan hari ini jadwal beliau padat. Jadi kita agendakan lain waktu Presiden akan menemui mereka."

Jakarta (ANTARA News) - Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki berjanji mengatur pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sembilan perempuan sebagai wakil masyarakat yang menolak pembangunan pabrik semen di sekitar Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah.

Sejak Selasa (12/4) siang hingga Rabu petang, kesembilan perempuan yang berasal dari Kabupaten Rembang, Pati dan Grobogan tersebut melakukan aksi pemasungan kaki dengan semen keras, menuntut berdialog dengan Presiden Jokowi tentang dampak negatif pabrik semen bagi lingkungan tempat tinggal mereka.

"Pak Presiden sudah beberapa kali bertemu dengan perwakilan warga yang menolak pembangunan (pabrik) semen ini dan kebetulan hari ini jadwal beliau padat. Jadi kita agendakan lain waktu Presiden akan menemui mereka," kata Teten.

Sambil menunggu kepastian waktu Presiden Jokowi berdialog dengan warga Kendeng, dia akan terus berkomunikasi dengan para warga untuk memahami tuntutan mereka termasuk opsi-opsi yang bisa dibicarakan sebagai solusi atas praktik eksploitasi sumber daya alam di pegunungan tersebut.

"Tanggalnya belum tahu, karena sampai akhir bulan kan Beliau (Presiden) berada di luar negeri," ungkap Teten.

Dalam kesempatan tersebut, Teten didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Menjelang malam, sembilan perempuan Kendeng mengakhiri aksi dengan membongkar semen yang sejak Selasa siang telah membelenggu kaki mereka.

"Kami membongkar penyemenan kaki ini artinya kami masih punya rasa percaya pada pemerintah bahwa pemerintah akan berdialog dengan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan di pegunungan Kendeng," kata koordinator aksi Gunretno.

Sementara itu, seorang pelaku aksi, Deni Yulianti (28) menjelaskan, hadirnya pabrik semen di wilayah pertanian Pegunungan Kendeng telah merusak tanaman dan sumber air yang sehari-hari menjadi sumber kehidupan masyarakat.

"Kami punya hak hidup, begitu pun anak cucu kami. Pegunungan adalah sumber mata air kami, namun selama dua tahun terakhir warga Grobogan harus membeli air saat musim kemarau panjang sebagai akibat dari pembangunan pabrik semen," kata dia.

Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016