Jakarta (ANTARA News) - Penyidik KPK mengonfirmasi rekaman sadapan pembicaraan antara Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaja dan Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
"(Ditanya) sadapan antara saya dengan Pak Sanusi. Intinya kenapa raperda (rancangan peraturan daerah) ini lambat, lalu soal raperda ini apakah Pak Gubernur sudah setuju atau belum," kata Sunny seusai diperiksa selama sekitar 8 jam di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Sunny diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penyidikan perkara dugaan tindak pidana pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Pantai Utara Jakarta. Ia juga sudah dicegah bepergian selama enam bulan sejak 7 April 2016.
Namun Sunny yang juga mengakui dirinya menjadi perantara pertemuan antara Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan sejumlah pengembang reklamasi Teluk Jakarta tidak ditanya mengenai sadapan pembicaraannya dengan pengembang atau anggota DPRD DKI Jakarta lain.
"Cuma 1 pertanyaan saja (sadapan) tentang itu, dengan Aguan (bos PT Agung Sedayu) tidak ditanya juga," tambah Sunny.
Sunny pun mengaku tidak ditanya mengenai bagi-bagi hadiah atas perannya menghubungkan Ahok dengan para pengembang tersebut.
"Enggak, enggak ditanya (pemberian uang). Hanya seputar usulan-usulan raperda," ungkap Sunny.
Pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati menjelaskan bahwa pemeriksaan Sunny dan bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan untuk mendalami peran keduanya dalam pemberian uang kepada Sanusi.
"Kami meminta keterangan mengenai peran masing-masing terkait kasus ini dan juga menanyakan dugaan-dugaan terkait suap dalam Raperda. karena dari hasil OTT kita sudah mengetahui uang dari APL (Agung Podomoro Land) seperti itu, nah dugaan selanjutnya apakah memang ada dilakukan perusahan-perusahaan lain," kata Yuyuk.
Namun Yuyuk tidak menjelaskan apakah KPK akan segera menetapkan tersangka baru dalam kasus ini baik dari sisi penerima maupun pemberi.
"Kalau anggota DPRD itu (diperiksa karena) banyak keterkaitannya termasuk juga bagaimana tata cara membuat Raperda itu, rapatnya apa saja tahapannya, seperi itu," ungkap Yuyuk.
Sunny Tanuwidjaja diduga pernah berkomunikasi dengan Aguan untuk membicarakan kewajiban pengembang reklamsi untuk membayar kontribusi 15 persen dalam raperda tata ruang pantai utara Jakarta agar kontribusinya diturunkan hingga hanya menjadi 5 persen.
Sebelumnya dalam Peraturan Daerah No 8 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta, hanya diatur kewajiban pembuatan fasilitas sosial dan umum serta kontribusi pengembang seluas 5 persen lahan. Namun saat Basuki menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia menambahkan kontribusi 15 persen lahan sehingga pemerintah DKI Jakarta mendapat uang Rp48,8 triliun.
Sedangkan Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain adalah PT Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.
PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B. C, D, E) dengan luas 1.329 hektar sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektar.
Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan pada 2012 pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada Desember 2014.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis (31/3), KPK menemukan barang bukti uang senilai Rp1,14 miliar dari total Rp2 miliar yang sudah diberikan Ariesman meski belum diketahui total "commitment fee" yang diterimma Sanusi. Suap kepada Sanusi diberikan melalui Trinanda Prihantoro.
KPK pun telah mengirimkan surat cegah terhadap lima orang yaitu sekretaris direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Berlian, karyawan PT APL Gerry Prasetya, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya, Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma dan petinggi Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto.
Namun hingga saat ini belum diketahui apakah Sugianto juga ikut menyuap Sanusi atau anggota baleg DPRD lain karena KPK belum menetapkan tersangka lain.
KPK menyangkakan Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016