Pencabutan subsidi BBM untuk kapal 30 GT (gross tonnage) ke atas dan rencana menghapus pasal-pasal yang mengatur masalah subsidi dalam RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Saya melihat bahwa kebijakaJakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengatakan kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) banyak dipengaruhi oleh pihak asing yang terindikasi antara lain dengan banyak pengaruh lembaga internasional seperti wacana pencabutan subsidi.
"Pencabutan subsidi BBM untuk kapal 30 GT (gross tonnage) ke atas dan rencana menghapus pasal-pasal yang mengatur masalah subsidi dalam RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Saya melihat bahwa kebijakan KKP saat ini banyak dipengaruhi asing," kata Ono Surono di Jakarta, Rabu.
Menurut politisi PDIP itu, pengaruh asing itu juga dilihat dari pengaruh lembaga FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB) yang selalu mengampanyekan perikanan berkelanjutan dengan tujuan mengurangi hasil tangkapan ikan dengan dalih penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan praktik perikanan secara ilegal.
Selain itu, ujar dia, WTO (Organisasi Perdagangan Sedunia) selalu kampanye pelarangan subsidi pada sektor perikanan, serta kampanye negara-negara besar seperti Amerika Serikat dengan konsep pembentukan tim seperti satuan tugas anti penangkapan ikan ilegal.
"Hal itu benar-benar dijalankan pada era kepemimpinan Menteri Susi Pudjiastuti saat ini. Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan di bidang perikanan dan kelautan yang berlaku saat ini adalah pengejewantahan dari intervensi badan-badan asing dan negara-negara maju," katanya.
Dia juga menyoroti kerja sama antara pihak Tiongkok dan RI yang disetujui sebelum Susi menjabat sebagai menteri kelautan dan perikanan, tetapi setelah diangkat kerja sama itu dibatalkan.
Sementara itu, Menteri Susi mengatakan perjanjian itu ditandatangani sebelum dirinya memasuki KKP, tetapi kemudian dibatalkan karena Susi ingin kebijakan KKP berlandaskan aspek keberlanjutan.
Susi mengungkapkan, perjanjian itu akan mengakibatkan masuknya sekitar 1.000 kapal purse seine Tiongkok yang bila benar-benar masuk akan menghabiskan sumber daya kelautan yang ada di perairan Indonesia.
"Alat tangkap purse seine (pukat cincin) tidak ramah lingkungan," katanya.
Dia mengegaskan bahwa batalnya masuknya kapal-kapal purse seine asal Tiongkok tidak perlu disesali karena terkait bilateral antara Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Indonesia ada beragam bentuk investasi di bidang lainnya.
Bahkan untuk saat ini, menurut Susi, investasi di bidang perikanan pada tahun 2016 ini dinilai naik hingga 13 kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini investasi untuk penangkapan perikanan di Indonesia tertutup untuk pihak asing, tetapi investasi pengolahan perikanan masih terbuka untuk semua pihak.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016