Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menegaskan pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras terang dan tunai.
"Pembelian tanah itu adalah terang dan tunai. Kalau dibalikkan harus jual balik, mau tidak Sumber Waras membeli (dengan) harga baru? Kalau pakai harga lama (artinya) kerugian negara, itu saja," kata Ahok seusai diperiksa selama lebih 12 jam di gedung KPK Jakarta, Selasa.
KPK memanggil Ahok sebagai terperiksa dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Tidak bisa cerita Berita Acara Pemeriksaan, saya tidak mau cerita BAP," tambah Ahok.
Ia mengaku ditanya total 50 pertanyaan yang juga sudah diulang-ulang, salah satunya terkait perbedaan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah tersebut karena menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harusnya basis pembelian adalah NJOP memakai Jalan Tomang Utara (sebagai lahan baru yang dibeli pemerintah provinsi DKI Jakarta) yaitu Rp7 juta per meter persegi, bukan Jalan Kyai Tapa sebesar Rp20 juta yang saat ini menjadi lokasi RS Sumber Waras.
Sedangkan menurut Ahok, penentu NJOP Sumber Waras adalah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang menyebutkan pajak lahan itu mengikuti NJOP Jalan Kyai Tapa.
"Dia tanya juga (NJOP), penjelasannya itu kan dihitung dari tim teknik, kami hanya tanda tangan penetapan, jadi tidak ada hubungan," ungkap Ahok.
Ahok bahkan menilai bahwa BPK menyembunyikan kebenaran.
"Yang pasti saya bilang BPK menyembunyikan data kebenaran, BPK meminta kita melakukan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan, itu yang saya bilang, yaitu menyuruh untuk membatalkan transaksi beli rumah sakit, mana bisa?" tegas Ahok.
Sebelumnya pada Selasa sore, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bahwa KPK mencocokkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.
"Kita kan mencoba meng-cross check, kita pegang data audit dari BPK, kemudian ditanyakan apakah aturan-aturan yang dipakai BPK untuk membuat itu apakah sudah sesuai dengan (aturan). Atau Pak Ahok punya bantahan dari sudut yang lain, begitu kan?" kata Agus.
Kesimpulan sementara KPK terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare itu berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal.
BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.
Dalam LHP, antara lain BPK merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp3 miliar.
Selain itu, BPK juga merekomendasikan Basuki agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.
Sampai saat ini laporan korupsi RS Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan dengan memanggil lebih dari 33 orang untuk dilakukan permintaan keterangan.
Ahok menilai bahwa pemprov DKI Jakarta membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2014 adalah sebesar Rp20,7 juta per meter persegi, sehingga pemprov DKI Jakarta diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar sedangkan pada harga pasar, nilainya lebih tinggi.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016