Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung R Widyo Pramono berjanji akan menyerahkan Fahri Nurmallo, jaksa yang pernah bertugas di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
"Barusan, sejam yang lalu Pak Jamwas Prof Dr Widyo Pramono menelepon saya dan beliau mengantarkan sendiri bersama petugas-petugas dari Kejaksaan, FN (Fahri Nurmallo) dalam waktu dekat. Jadi, koordinasi KPK dan kejaksaan berjalan dengan baik," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa.
KPK pada Senin (12/4) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap jaksa Kejati Jabar Deviyanti Rochaeni yang diduga menerima suap sebesar Rp528 dari Bupati Subang Ojang Sohandi, mantan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Subang Jajang Abdul Kholik dan istri Jajang, Lenih Marliani agar meringankan tuntutan terhadap Jajang selaku terdakwa tindak pidana korupsi BPJS Subang 2014 dan mengamankan agar Ojang tidak tersangkut kasus tersebut.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa Fahri baru dipindahtugaskan ke Jawa Tengah pekan lalu.
"Bagaimana mau dibawa? Orangnya tidak di Bandung, sudah seminggu lalu ke Semarang, pilihannya apakah kirim orang ke Semarang untuk dibawa ke Jakarta atau secara sukarela menyerahkan diri, tapi kemudian ada janji dari Pak Jamwas membawa yang bersangkutan ke KPK," kata Agus.
Menurut Agus, Lenih juga termasuk berperan aktif dalam memberikan suap ke jaksa.
"Istri JAH memang cukup berperan aktif dalam kasus ini tapi sumber uang dari Pak Bupati dan siapa yang terlibat dalam pemerintahan Subang masih akan didalami, tolong bersabar untuk tunggu waktunya," ungkap Agus.
Namun menurut Syarif, KPK belum akan meminta Kepala Kejati Jabar Feri Wibisono yang merupakan mantan Direktur Penuntutan KPK.
"Apakah akan memeriksa Kepala Kejati Jabar, untuk sementara tidak, kecuali kalau dibutuhkan keterangannya. Sedangkan commitment fee sendiri belum jelas. Itu yang masih diperiksa oleh penyidik-penyidik KPK," ungkap Syarif.
Dalam perkara ini, Lenih Marliani, Jajang Abdul Kholik dan Ojang Sohandi sebagai tersangka pemberi suap kepada jaksa dan menyangkakan ketiganya melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Pasal tersebut mengatur mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Ojang juga masih disangkakan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena saat penangkapan KPK menemukan uang sebesar Rp385 juta.
Pasal tersebut mengatur tentang penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara yang nilainya lebih dari Rp10 juta atau lebih pembuktiannya harus dilakukan oleh penerima gratifikasi dengan ancaman penjara maksimal seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan denda Rp1 miliar.
Sedangkan kepada dua jaksa yaitu Deviyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016