"Kami ingin segera ada perdes, tapi masih belum tahu isinya nanti seperti apa. Intinya kawasan ini harus diatur baik pengunjungnya, retribusi masuk, dan ada pemandu. Harus secepatnya agar hiu-hiu di sini terlindungi dan selalu ada," kata salah seorang warga, Arman Napu di Gorontalo, Selasa.
Kepala Desa Botubarani, Latief Abjul mengatakan saat ini penyusunan peraturan desa masih dalam tahap meminta masukan dari berbagai pihak terkait.
"Termasuk soal penggunaan dana-dana yang berhasil dihimpun dari wisata ini juga akan kami masukkan dalam perdes, agar dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Ia juga mengaku tak bisa membendung arus pengunjung yang ingin berinteraksi dengan hiu, karena belum ada panduan dan aturan yang jelas terpampang di lokasi itu.
Sementara itu aktivis lingkungan di Gorontalo Danny Rogi menilai konsep wisata di Botubarani hanya wisata massal.
"Ini berbeda dengan konsep ekowisata. Jika ingin menerapkan ekowisata, maka tumpuan utamanya pada lingkungan atau satwa yang menjadi objek. Harus ada perlindungan terhadap satwanya," jelas Danny.
Pria yang berpengalaman menjadi fasilitator pengembangan ekowisata di Desa Bahoy Likupang Barat ini mengungkapkan, untuk kasus Botubarani harus ada kajian terlebih dulu.
Setelah ada kajian menyeluruh tentang keberadaa hiu paus, baru diterbitkan regulasi baik dalam bentuk perdes maupun peraturan daerah (Perda).
Peraturan tersebut, lanjutnya, bisa mengatur tentang batasan pengunjung, waktu berinteraksi, retribusi, peran masyarakat setempat hingga pengawasan terhadap hiu paus.
"Masyarakat juga harus terlibat langsung dalam pengelolaannya misalnya menjadi pemandu, sewa perahu, parkir, berjualan makanan, sampai melakukan patroli untuk menjaga hiu," tambahnya.
Kemunculan hiu paus di Botubarani menjadi objek wisata baru sejak seminggu terakhir.
Peneliti dari Whale Shark Indonesia, Tim Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah daerah dan warga sudah turun untuk meneliti dan merumuskan aturan baru untuk kawasan wisata tersebut.
Pewarta: Debby Hariyanti Mano
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016