Agam (ANTARA News) - Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, menyatakan, optimis pemulihan daerah yang porak poranda, akibat diguncang gempa tektonik berkekuatan 6,3 SR di kabupaten dan kota di Sumbar, lebih cepat pulih, jika didukung berbagai pihak termasuk masyarakat Minang di perantauan yang dikenal tinggi kepeduliannya. "Kondisi ini memang sangat memprihatinkan. Saya akan coba sampaikan pada pihak terkait, dan didukung para perantau Minang memang dikenal tinggi kepedulian pada kampung halamannya," katanya saat berdialog dengan korban bencana gempa itu, di Nagari Sungai Tanang, Kec Banuh Hampuh, Kab Agam, Sumbar, Jumat Malam. Dalam dialog itu, tiga pembicara mewakili para korban bencana di Nagari Sungai Tanang penuh harap mohon dukungan dan bantuan Ketua MPR RI itu, mempercepat pemulihan rumah warga nagari yang rubuh dan tak layak lagi dihuni. Faizal Sutan Batungkek Ameh, pemuka adat Sungai Tanang dengan penuh harap mohon bantuan Ketua MPR RI mempercepat pembangunan kembali rumah-rumah yang rubuh, surau atau mesjid, tempat pendidikan anak-anak yang kini juga tak layak ditempati akibat diguncang gempa berkekuatan hingga 6,3 SR kedalaman 33 km pada Selasa (6/3). "Kami ingin kegiatan perekonomian rakyat kembali pulih. Tak kurang 80 persen dari 400-an unit rumah kini tak lagi layak dihuni. Dari luar memang rumah masih tampak indah, tapi di dalamnya sudah pada retak-retak," katanya. Ridwan, tokoh masyarakat di Nagari Sungai Tanang menyatakan begitu terpukul dengan musibah ini, juga berharap dukungan berbagai pihak membantu mempercepat pemulihan nagarinya. "Kesedihan tak terhingga di derita warga nagari saat ini. Sarana ibadah dan fasilitasnya tak lagi dapat dimanfaatkan," katanya. "Lihatlah Pak, kaum manula dan anak-anak kini banyak menjadi penghuni tenda-tenda dan tidur hanya beralaskan tikar melapiskan tanah," kata Eritawati, unsur bundo kanduang di nagari itu. Saatnya hujan turun, katanya, kawasan ini jadi becek dan air merembes dan tikar alas tidur pengungsi di dalam ke tenda-tenda itupun basah. "Kami mohon dibantu papan untuk membuat `balai-balai`, agar saat hujan tikar alas tidur pengungsi tidak lagi basah. Entah sampai kapan kami tidur di tenda-tenda ini," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007