"Kami berhasil melakukan Ekspedisi Salju Abadi Mera Peak, Nepal dan berhasil memecahkan rekor pendakian tertinggi kami, selama kurun waktu 15 hari," kata salah satu pendaki, Lanang Bumi Galuh, di Surabaya, Senin.
Ketiga mahasiswa yang mampu mencapai puncak dengan ketinggian 6.461 mdpl yang di deretan pegunungan Himalaya, Nepal itu adalah Lanang Bumi Galuh (25), Soleman Bomen Wenda (32) dan Ezra Dwijoyo (24).
Lanang mengatakan ada tiga tantangan yang harus dihadapi ketika mendaki pegunungan yang membentang di enam negara di Asia tersebut. Tiga tantangan adalah cuaca, ketinggian dan waktu pendakian.
"Suhu normal di sana mencapai minus 5 derajat, bahkan saat 600 meter menuju puncak, cuaca mencapai minus 21 derajat. Kami juga harus beradaptasi karena oksigen yang semakin menipis seiring dengan dataran yang semakin tinggi," kata pria asal Rungkut, Surabaya.
Menurut dia, timnya sempat merasakan "acute mountain sickness" atau penyakit gunung, terutama pada pendakian lebih dari 2.400 meter.
Di daerah pegunungan, tekanan udara dan kadar oksigen lebih rendah dibanding dengan dataran rendah, hal ini menyebabkan tubuh kekurangan oksigen.
"Kami sempat merasakan mountain sickness, terasa kenyang dan tidak ingin makan, tetapi kami paksakan untuk mengisi perut yang kosong dengan bekal seadanya," terang mahasiswa jurusan Psikologi ini.
Lamanya pendakian, menurut dia, menjadi tantangan tersendiri, karena selama di Indonesia mereka hanya mendaki paling lama selama tujuh hari, namun kali ini harus menyediakan stamina lebih untuk perjalanan selama 15 hari.
"Kesempatan mendaki ini menjadi kesempatan emas bagi kami yang masih mahasiswa dan usia masih muda, sehingga bisa menjadi pemicu anak bangsa lainnya. Kami dikenal sebagai mahasiswa dari Indonesia yang pertama kali mendaki Mera Peak," jelasnya.
Sementara itu, Ezra Dwijoyo menambahkan, selama pendakian, mereka tidak sepenuhnya menggunakan tenda, karena hingga ketinggian 5.000 mdpl mereka masih menemukan pemukiman. Setelah hari ke delapan, mereka mulai menggunakan tenda.
"Awalnya pendakian kami bisa diselesaikan dalam 11 hari, namun karena badai salju, kami menunda pendakian ke puncak selama sehari. Hari kedua di ketinggian 3.000 mdpl, kami sudah mendapati badai salju hingga mencapai lutut kami," paparnya.
Senada dengan itu, Soleman Bomen Wenda mengalami masa paling berat saat melakukan pendakian karena tidak hanya mengalami mountain sickness, namun juga mengalami pusing saat tidur akibat berada di ketinggian.
"Memang ada beberapa kondisi kami ketika menghadapi ketinggian, tetapi masih dalam batas normal, apalagi ini pendakian pertama kami," tuturnya.
Kesiapan mental, lanjutnya telah dilakukan seperti berlatih pendakian di empat gunung di Jawa Timur, yakni Gunung Arjuna, Raung, Welirang serta Gunung Semeru.
Wakil Rektor 1 Untag , Andik Matulessy, mengaku pihaknya saat ini sedang mengajukan beasiswa bagi mahasiswa yang berhasil membawa nama Untag hingga ranah Internasional.
"Dengan adanya beasiswa atas prestasi nonakademik, bisa menjadi model untuk pembelajaran. Untuk kegiatan ini saja menghabiskan hingga Rp200 juta, mungkin nanti bidang kegiatan yang lain juga bisa dikompetisikan," tandasnya.
Pewarta: Indra/Laily
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016