"Dari 41 jenis narkoba baru itu, 18 jenis sudah masuk UU tentang Narkotika dan sisanya masih kami dorong agar masuk dalam UU itu, karena selama ini 23 narkoba jenis baru itu jeratan kasusnya masih menggunakan UU tentang Kesehatan," kata Kepala Bagian Humas BNN, Slamet Pribadi, di Sukabumi, Senin.
Menurut dia, untuk di dunia saat ini sudah ada 600 jenis narkoba baru.
Maka dari itu BNN terus mencegah masuknya jenis narkoba masuk ke Indonesia.
Selain itu jika 23 narkoba itu belum masuk dalam UU tentang Narkotika maka ancaman hukuman kepada para pengedarnya sangat ringan karena hanya dikenakan pasal di UU Kesehatan.
"Berbagai upaya dilakukan para mafia narkoba membuat produk baru, bahkan saat ini barang haram tersebut ada yang tidak bisa terdeteksi jika si penggunanya diperiksa baik melalui tes urine maupun darah. Sehingga pengedar dan pembuat narkoba terus berinovasi untuk membuat narkoba jenis baru," katanya.
Di Indonesia sendiri ada 10 provinsi yang tingkat pengunaan dan penyebaran barang haram ini tinggi, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan lain-lain.
Sudah ditemukan ada anak berusia 10 tahun yang menjadi pecandu narkoba aktif.
"Berbagai upaya dilakukan para mafia narkoba membuat produk baru, bahkan saat ini barang haram tersebut ada yang tidak bisa terdeteksi jika si penggunanya diperiksa baik melalui tes urine maupun darah. Sehingga pengedar dan pembuat narkoba terus berinovasi untuk membuat narkoba jenis baru," katanya.
Di Indonesia sendiri ada 10 provinsi yang tingkat pengunaan dan penyebaran barang haram ini tinggi, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan lain-lain.
Sudah ditemukan ada anak berusia 10 tahun yang menjadi pecandu narkoba aktif.
Pewarta: Aditya A Rohman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016