Sebagian perempuan memilih sepatu berhak tinggi agar tampil cantik, namun sebagian yang lain justru memilih sepatu dengan hak datar agar bisa beraktivitas lebih leluasa.
Pilihan kedua itulah yang mendasari Aurelia Jessie Melody dan Lidwina Kristantia melahirkan .usaha dagang sepatu flat. Mereka ingin produknya beda dengan yang lain.
Dua karib yang masih menempuh pendidikan di Jurusan Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) itu menyasar segmen perempuan pecinta sepatu flat.
"Kami berdua melakukan riset sederhana untuk mengetahui pasar yang mungkin bisa kami garap, kami menemukan ada peluang yang sangat besar di segmen sepatu datar," kata Aurelia.
Ia dan Lidwina adalah pecinta sepatu flat. Oleh karena itu ia paham benar apa saja kekurangan dan kelebihan sepatu flat sehingga relatif lebih mudah bagi keduanya untuk berbisnis di segmen tersebut.
"Kami pilih ini karena memang keseharian pakai flat shoes. Seperti kita selama ini memang ternyata banyak keluh kesah yang disampaikan terkait flat shoes," katanya.
Aurelia mendapati penggunaan sepatu flat kerap membuat pemakainya mudah lecet pada kaki bagian belakang, mudah kemasukan air, bahkan relatif paling mudah bau dibandingkan jenis sepatu lain.
"Belajar dari situ kita ingin membuat sepatu flat yang beda dengan yang lain yang menjadi problem solver bagi permasalahan pemakai sepatu flat selama ini," kata mahasiswi angkatan 2014 itu.
Keduanya mendapati umumnya pemakai flat shoes adalah mereka yang menyukai sesuatu yang simpel dan praktis.
Jadilah keduanya membuat sepatu dengan bahan semi kulit untuk bagian luar dan beludru pada bagian dalam yang sama persis dengan bahan yang digunakan untuk sepatu bayi.
"Material bukan dari 100 persen kulit karena agar antiair, lebih durable, lebih mudah perawatannya. Misalnya kena lumpur sekali lap langsung bersih, jadi tidak perlu usaha keras. Keluhan lecet diatasi dengan beludru bahan dasar sepatu bayi yang sangat lembut," katanya.
Flopsy Shoes juga dirancang sedemikian rupa pada bagian sol sehingga antislip.
"Kita fokus agar bagaimana pemakainya nyaman sehingga kita bisa jamin bahwa pemilihan material yang kita lakukan itu paling bagus," kata Aurel.
Mulai Dikenal
Meski baru seumur jagung, namun brand Flopsy Shoes mulai dikenal terutama di kalangan mahasiswa di Kota Bandung dan sekitarnya bahkan pernah ada pesanan dari Ambon dan Semarang.
Penjualan dilakukan melalui direct selling (penjualan langsung) di pameran-pameran selain juga melalui daring (online). Meski sejatinya usaha yang dikembangkan oleh dua sahabat itu berawal dari sesuatu yang sangat kecil.
"Modal awal dari duit jajan sendiri, kita awalnya sempat menggalang dana dari jualan makanan terus mulai berani melangkah saat kita punya konsep," katanya.
Keduanya lalu memberanikan diri untuk meminta dukungan dana kepada orang tua masing-masing.
Beruntung kemudian mereka mendapatkan kucuran dana Rp30 juta yang bisa untuk memproduksi sekitar 300 pasang sepatu.
Brand Flopsy sendiri terinspirasi dari nama kelinci dari sebuah buku dongeng.
Keduanya ingin menjadikan kelinci yang lucu dan aktif sebagai maskot dari produk mereka.
Mereka pun menjual sepatu Flopsy dengan harga yang flat yakni Rp285.000 dengan disertai program amal di dalamnya.
"Setiap pembelian satu pasang sepatu kami menyumbangkan satu pasang sepatu untuk anak-anak di panti asuhan," katanya.
Ke depan Aurel dan Lidwina ingin usaha mereka semakin berkembang dan mengikuti mode agar tidak ditinggalkan konsumen.
"Tuntutan untuk mengikuti mode itu besar sekali, karena di dunia fashion itu siklus paling lama tiga bulan sekali ganti," katanya.
Aurel dan Lidwina pun bertekad untuk terus berinovasi bagi para perempuan pecinta sepatu flat.
Oleh Hanni Sofia Soepardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016