"Ada beberapa kebijakan yang dinilai merugikan nelayan salah satunya adalah pelarangan transfer hasil tangkapan ikan dari kapal kecil ke kapal besar di tengah laut. Padahal kapal-kapal besar yang di dalamnya terdapat alat pendingin ikan itu milik orang Indonesia," katanya saat dikonfirmasi melalui telepon dari Surabaya, Minggu.
Ia mengemukakan, jika larangan tersebut tetap diterapkan, maka nelayan yang menggunakan kapal kecil untuk menangkap ikan di laut akan memperoleh ikan dengan kualitas jelek.
"Karena ikan yang sudah ditangkap di tengah laut tersebut kondisinya akan menjadi jelek atau bahkan mendekati rusak jika sudah berada di dermaga," katanya.
Kondisi ini, kata dia, tentunya akan merugikan nelayan karena kualitas ikan menjadi jelek sebelum berhasil dijual dan disimpan di dalam "cold storage" atau alat pendingin yang ada di darat.
"Jika permasalahan ini terus dibiarkan, maka pasokan ikan dengan kualitas baik tidak akan bisa dipenuhi. Imbasnya harga ikan yang ada di pasaran akan menjadi terganggu, terutama untuk kebutuhan ikan dalam skala besar," katanya.
Menurut dia, kebijakan lainnya yang perlu dicabut adalah peledakan dan penenggelaman kapal ikan di laut karena akan merusak ekosistem di laut.
"Harusnya, kapal-kapal tersebut dikumpulkan, diukur volumenya, dan negara yang mencuri ikan itu diminta ganti ikan yang dicuri untuk kesejahteraan nelayan.
"Setelah diukur disuruh ganti, duta besarnya disuruh datang, ini loh negaramu mencuri ikan. Nanti kapalnya dibawa ke darat dipotong-potong sehingga tidak merusak lingkungan. Ini menjadikan bukti bahwa dalam hal ini Menteri Susi sama sekali tidak menjalin komunikasi yang baik dengan nelayan termasuk dalam penggodokan aturan," katanya.
Ia juga menyoroti tentang adanya pelarangan penggunaan jaring cantrang karena penggunaan jaring cantrang tersebut tidak begitu mengganggu ekosistem di laut.
"Hal itu karena jaring tersebut saat digunakan posisinya melayang dan tidak merusak ekosistem seperti terumbu karang yang ada di dalam laut," katanya.
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016