Lombok Barat (ANTARA News) - Anggota Badan Anggaran DPR RI H Willgo Zainar meminta pemerintah melakukan efisiensi anggaran mengingat defisit dalam APBN Perubahan 2016 nantinya bisa mencapai Rp280 triliun.
"Kami berharap adanya efisiensi anggaran, mana yang prioritas, mana yang tidak prioritas. Ada juga belanja-belanja yang tidak produktif, itu juga harus dipertimbangkan untuk dirasionalisasi," kata Willgo Zainar ketika melakukan kunjungan kerja perseorangan di Balai Latihan Kerja Luar Neger (BLKLN) Lombok Mandiri, di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu.
Ia menyebutkan, defisit anggaran di APBNP 2016 disebabkan harga minyak bumi diikuti komoditas hasil tambang secara global mengalami penurunan.
Selain itu, melambatnya perekonomian global mempengaruhi kinerja ekspor. Jika ekspor komoditas Indonesia berkurang, otomatis penerimaan negara menurun.
Menurut Willgo yang juga anggota Komisi XI DPR RI ini, dampak defisit anggaran pembangunan dalam APBNP secara nasional adalah belanja pemerintah pusat, kementerian/lembaga berkurang. Otomatis belanja di tingkat daerah, baik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga berkurang.
Oleh sebab itu, pemerintah harus berani melakukan pemotongan terhadap anggaran belanja yang tidak menjadi prioritas, terutama yang tidak bersentuhan langsung dengan rakyat.
"Pola seperti itu pernah dilakukan oleh Jokowi dan Ahok, ketika menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Mereka melakukan pemotongan terhadap anggaran sebesar 20-25 persen. Ternyata itu bisa berjalan tanpa mengurangi posturnya tetapi mengurangi alokasinya karena ada efisiensi," ujar Willgo.
Dampak defisit APBNP lainnya, kata dia, adalah belanja pemerintah menjadi stimulan terhadap belanja atau pun terhadap kegiatan perekonomian di dalam negeri.
Dengan berkurangnya anggaran belanja tersebut ada kemungkinan kondisi perekonomian akan melambat lagi. Jika ekonomi nasional melambat, maka penerimaan pajak pasti menurun.
Oleh sebab itu, pemerintah mendorong solusi lainnya lewat jalur "tax amnesty" atau pengampunan pajak, tetapi itu belum menjadi undang-undang (UU) dan bagaimana tata kelola dan tata kerjanya belum diketahui.
Begitu juga dengan siapa yang berhak mendapatkan pengampunan pajak dan berapa besar yang diharapkan menjadi potensi guna mendukung penerimaan negara dari yang sudah ada saat ini.
"Jadi tax amnesty belum final dibahas DPR. Artinya apakah dibuat jadi UU bagaimana diberlakukannya kami belum tahu," kata Willgo.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra NTB ini menambahkan defisit APBNP juga bisa berakibat pemerintah melakukan pinjaman luar negeri, baik bilateral, multilateral dan juga mengeluarkan obligasi negara dalam bentuk surat berharga negara (SBN).
Upaya mencari utang luar negeri akan menjadi beban fiskal ke depan, terlebih sekarang ini defisit dari produk domestik regional bruto (PDRB) sudah meningkat sampai dengan 2,6-2,7 persen, sebelumnya estimasi 2,3-2,5 persen.
"Artinya bahwa jika defisit anggaran ini ditutup dari sektor utang, mungkin jangka pendek akan terselesaikan, tapi jangka panjang jadi beban, apalagi kalau itu pinjaman dalam bentuk mata uang Dollar AS," ujarnya.
Pewarta: Awaludin
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016